A.
PENDAHULUAN
Sejarah telah
mengukir bahwa pada masa Dinasti Abasiyyah, umat Islam benar-benar berada
dipuncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini
m erupakan golden age dalam perjalanan peradaban Islam terutama pada
masa Khalifah Al-Makmun.[1]
Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan dan politik yang lebih tertata dengan
bagus. Sistem pemerintahan yang belum ada pada masa Umayyah, kini mulai
dibentuk dan dijalankan oleh kekhalifahan dinasti Bani Abasiyyah sehingga sebagai
hasilnya dapat dilihat dengan adanya kemajuan baik dalam aspek ilmu pengetahuan,
ketata negaraan dan lain sebagainya.
Makalah ini
akan membahas tentang sistem pemerintahan dan politik pada masa keemasan Islam “the
golden age”. Dengan harapan akan terbuka wacana pemikiran terhadap
peradaban Islam pada masa itu dan hikmah apa yang dapat kita ambil untuk di
jadikan spirit dan pelajaran demi kemajuan Islam sekarang.
B.
PEMBAHASAN
1.
Sistem
Pemerintahan Dan Politik
Daulat
Abasiyyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M). Pemerintahan
yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa
antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi.
Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim.
Pembagian periodisasi diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan
diberbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis.
Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan
Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.[2] Khalifah
yang memerintah masa Abasiyyah ada 37 khalifah, akan tetapi diantara 37
khalifah tersebut hanya 10 khalifah pertama yang dianggap berjasa dalam
meletakkan pondasi pemerintahan Abasiyyah.[3] Tapi
ada juga yang mengatakan bahwa khalifah yang paling berjasa adalah pada periode
al-Mahdi sampai al-Watsiq.[4] Peran
khalifah tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran 1.1
Pada zaman
Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik.
Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani
Abbasiyah antara lain:
a.
Para Khalifah tetap dari Arab,
sementara para menteri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya banyak dipilih
dari keturunan Persia dan Mawali.[5]
b.
Kota Bagdad ditetapkan sebagai
ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.[6]
c.
Kebebasan berfikir dan berpendapat
mendapat porsi yang tinggi.[7]
d.
Ilmu pengetahuan dianggap sebagai
sesuatu yang sangat penting dan mulia.[8]
e.
Para menteri turunan Persia diberi
kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.[9]
Selain sistem
politik yang diterapkan diatas, pemerintahan Abasiyyah periode I juga
mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah:[10]
a.
Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke
Bagdad
b.
Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.
Merangkul orang-orang persia, dalam
rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan kesempatan yang
besar kepada kaum Mawali
d.
Menumpas
pemberontakan-pemberontakan
e.
Menghapus politik kasta
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah
pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang
jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2
yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak
terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk
penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif
saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah
khalifah dan mengikuti arahannya.[11]
2.
Model
Pemerintahan
Model pemerintahan yang diterapkan
oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas
dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang
menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah
adalah:[12]
a.
Dengan berpindahnya ibu kota ke
Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan
dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan
ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan
pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan
pemerintahan dinasti ini.
b.
Dalam penyelenggaraan negara, pada
Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan
ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
c.
Ketentaraan profesional baru
terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang
profesional.
Perbedaan dan persamaan model
pemerintahan masa dinasti Bani Abasiyyah dan Bani Umayyah dapat dilihat dalam
tebel berikut ini:[13]
|
Abasiyyah
|
Umayyah
|
Persamaan
|
Menetapkan Sistem
Pemilihan
|
Warisan Pada
Proses
Khalifah
|
Perbedaan
|
1.
Adanya unsur non Arab dalam sistem
pemerintahannya-adanya pengaruh Persi dan Turki
2.
Semakin komplitnya struktur pemerintahan
3.
Profesionalisme tentara mulai tertata
|
1. Adanya
dominasi unsur Arab
2. Sangat
terbatas karena lebih fokus pada upaya ekspansi
3. Belum
tertata secara profesional dalam bidang ketentaraan
|
3.
Biro-Biro
Pemerintahan pada masa Bani Abasiyyah
a.
Diwanul
Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
b.
Nidhamul
Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara
wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat,
dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim.
Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh
adalah “al-Qura”
atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas
untuk membatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk
melawan Baghdad.
c.
Amirul
Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan
posisi khalifah dalam keadaan darurat.
d.
Memperluas fungsi Baitul
Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi
keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi
kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk
mengurus perlengkapan angkatan perang.
e.
Organisasi kehakiman, Qiwan
Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan
kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi
yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang
mengetuai Pengadilan Negeri).[14]
f.
Diwan al-Tawqi, dewan
korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-surat resmi, dokumen
politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan departemen
kepolisian dan pos.
g.
Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik
keluhan adalah jenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk
menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen
administratif politik.
h.
Diwan al-syurthah, departemen
kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai shahih
al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana.
i.
Diwan al-barid, departemen
pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih al-barid, tugas
departemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk
surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur
yang baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut
tentara dan barang bawaannya.[15]
4. Perkembangan Ketenteraan Pada Zaman Abbasiyah
Profesionalisme
tentara pada masa Bani Abasiyyah memang telah mengalami perkembangan yang
pesat, berbeda dengan pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Pada masa Bani
Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-pembaharuan
dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan:[16]
a. Membuka keanggotaan
tentera bukan hanya
untuk orang Arab saja akan tetapi juga kepada orang non Arab
b. Mengemas sistem
pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan
c. Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang tanah untuk menghargai jasa tentera. Cara ini
dikenali sebagai "Al-Iqtha'
Dengan
melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam pada
masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan. Akan tetapi juga didukung oleh
beberapa faktor. Diantara beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:[17]
a. Dasar ketenteraan yang terbuka
1) Membuka keanggotaan kepada Orang non Arab
2) Penyertaan berbagai bangsa guna memantapkan lagi pasukan
tentera Islam
b.
Pemimpin yang berkaliber
1)
Seperti Khalifah Abu Ja’far
Al-Mansur dan Harun Ar-Rasyid, yang telah memberi perhatian kepada kebajikan
tentera dan melantik pemimpin tentera yang berkaliber tanpa memandang berasal
dari bangsa apa
c.
Peralatan ketenteraan yang canggih
1) Seperti Pedang, lembing, panah, dabbabah (kayu pelontar) dan berbagai jenis kapal perang
d.
Strategi peperangan yang berkesan
1) Dengan cara
mewarisi strategi peperangan dari generasi sebelumnya dan menggunakan
strategi-strategi baru.
e.
Keimanan dan semangat jihad
1) Iman yang mantap serta kecintaan terhadap Islam yang begitu besar
5. Periodisasi Pemeritahan Bani Abasiyyah
1.
Periode Awal Atau Pengaruh Persia
Pertama (750-847)
Ada 10 khalifah yang memimpin pada
masa ini,[18]telah
dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan Abasiyyah
adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia
dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti
pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat
mandat dari tuhan.[19] Masa
inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya.
2.
Periode Lanjutan Atau Turki Pertama
(847-945)
Ada 13 khalifah yang memerintah
pada masa ini,[20] masa
ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang
Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya
kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para
jenderal Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya
dijadikan sebagai “boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir,
al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi.[21]
3.
Periode Buwaihiyah atau pengaruh
persia kedua (945-1055)
Ada 5 khalifah yang memerintah pada
masa ini,[22]
masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto kekuasaan
khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti
Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh
sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi
bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie
sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan
ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai
amir umara’ dengan gelar Muiz ad daulah menurunkan khalifah Muktafie.[23] Masa
bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu:[24]
(1)
Adanya pemerintahan tandingan, yaitu
berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti
hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti
Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
(2)
Adanya perang ideologi antara
syi’ah dan sunni
Sebenarnya,
Buwaihiyyah merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal
pemerintahannya mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara
kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan
dihukum atau disiksa.[25] Namun
pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena herus berhadapan dengan
masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad[26]
yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad.
4.
Periode Dinasti Saljukiyah Atau
Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M)
Masa ini berawal ketika Seljuk
mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir
dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad
marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad
untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan
nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini
tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang
pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan
khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan
gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya
dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh
Turki kedua ada 11.[27]
Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja,
sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.[28]
5.
Bebas Dari Pengaruh Lain
(1157-1258)
Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah
sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju
kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi
kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum
khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian
menamakan diri dengan Atabeg (bapak raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah
dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir (khalifah
ke-31) untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya,
dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain
menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam
lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan Abasiyyah sudah habis
riwayatnya.[29]
6.
Struktur
Organisasi Pemerintahan Dan Struktur Organisasi Ketentaraan Bani Abasiyyah
a.
Struktur Organisasi Pemerintahan Periode
Bani Abasiyyah.[30]
|
b.
Struktur Organisasi Ketentaraan Periode
Bani Abasiyyah.[31]
c.
Struktur Pasukan Tentera Periode
Bani Abbasiyah.[32]
C.
ANALISIS
Salah satu dinasti Islam terlama
adalah Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah bertahan lebih dari lima abad (750-1258 M)
dan pernah mewujudkan zaman keemasan umat Islam. Para sejarawan membagi masa
kekuasaan Abbasiyah menjadi beberapa periode berdasarkan ciri, pola perubahan
pemerintahan, dan struktur sosial politik maupun tahap perkembangan peradaban
yang dicapai. Berbeda dari pendahulunya, Dinasti Abbasiyah mendistribusikan
kekuasaan secara lebih luas, baik kepada orang Arab maupun Muslim non-Arab.
Sejak berkuasa, penguasa Abbasiyah mengangkat ulama terkenal untuk menjalankan
fungsi hukum. Kekuasaan peradilan diserahkan sepenuhnya kepada para hakim, yang
diangkat oleh pemerintah pusat. Mereka melaksanakan fungsi yudikatif, bebas
dari intervensi penguasa. Birokrasi juga mulai ditumbuhkan pada masa kekuasaan
Dinasti Abbasiyah. Di antaranya, adanya jabatan baru, yaitu wazir (penasihat
khalifah), pembagian departemen, seperti militer, administrasi, dokumentasi,
dan perbendaharaan. Selanjutnya, wilayah kekuasaan di tingkat provinsi dipimpin
oleh gubernur (amir). Khalifah juga mengangkat hakim agung (qadli al-qudlat) di
setiap provinsi untuk mengatasi masalah-masalah hukum.
D.
KESIMPULAN
Zaman
Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik.
Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, ekonomi dan budaya. ciri-ciri sistem pemerintahan yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani
Umayyah, antara lain : (1) dengan berpindahnya ibu kota
ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan
Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab, (2) dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada
jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala
departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah, (3) ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa
pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional. Selain sistem pemerintahan diatas Abasiyyah juga
memiliki beberapa biro pemerintahan yang menangani beberapa permasalahan
diantaranya adalah, diwanul kitaabah, nidhamul idary al-markazy, amirul
umara, diwanul khazaanah, diwanul al-azra’u, diwan khazaainus sila, qiwan
qadlil qudha, al-sutrah al-qadlaiyah, qudhah al-aqaalim, qudlah al-amsaar, diwan al-tawqi,
diwan al-nazhar fi al mazhalim, diwan al-syurthah, dan diwan al-barid.
Dalam bidang ketentaraan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini
karena didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah: dasar ketenteraan yang terbuka, Pemimpin yang berkaliber, Peralatan
ketenteraan yang canggih, Strategi peperangan yang berkesan, serta keimanan dan
semangat jihad.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, Zainal Abidin,
1987, Ilmu Politik Islam IV sejarah Islam dan umatnya, Jakarta: Bulan
Bintang
Abubakar,
Istianah, 2008, Strategi Peradaban Islam Untuk Perguruan Tinggi Islam Dan
Umum, Malang: UIN Malang Press
Aqi, Islam
Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah, (http://www.blog.html, diakses
19 Oktober 2011)
Fadhil Lubis, Nur
Ahmad, 2002, Dinasti Abasiyyah Dalam Ensiklopedi Tematis, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve
K. Hitti,
Philip, 2010, Diterjemahkan Dari History Of The Arabs, Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta
Suluk
Lembayunk, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, (http:///www.blog.html,
diakses pada tanggal 19 Oktober 2011)
Tim Penyusun SKI depag, SKI,
proyek pembinaan IAIN Alauddin SKI
Thohir, Ajid,
2004, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam, Jakarta: Rajawali Press
Van Grunebaun,
G.E, 1970, Classical Islam A History 600 AD-1258 AD, Chicago: Aldine
Publishing Company
Yatim, Badri, 2000,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
[1] G.E, Van Grunebaun, Classical Islam A History
600 AD-1258 A, (Chicago: Aldine Publishing Company 1970) 109 dalam Ajid Thohir
[2] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Dikawasan
Dunia Islam (Jakarta: Rajawali Press 2004) 53
[3] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abasiyyah
Dalam Ensiklopedi Tematis (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2002) 83
[4] Tim Penyusun SKI Depag, SKI (proyek
pembinaan IAIN Alauddin SKI) 118
[5]Aqi, Islam Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah
(http://www.blog.html, diakses 19 Oktober 2011)
[7] Ibid., 54
[8]
Aqi, Islam Pada Masa Daulah
Bani Abbasiyah
[9] Ibid.,
[10] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Dikawasan
Dunia Islam, 54
[11] Philip K. Hitti, History Of The Arabs (Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta 2010) 398
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada 2000) 54
[13] Istianah Abubakar, Strategi
Peradaban Islam Untuk Perguruan Tinggi Islam Dan Umum (Malang: UIN
Malang Press 2008) 71
[14] Suluk Lembayunk, Peradaban Islam Pada Masa
Dinasti Abbasiyah (http:///www.blog.html, diakses pada tanggal
19 Oktober 2011)
[15] Philip K. Hitti, History Of The Arabs 401-403
[16] Tim Penyusun, Sirah dan Tamadun Islam (http://www.wordpress.com,
diakses pada tanggal 24 Desember 2011)
[17] Ibid.,
[18] 10 khalifah yang memimpin pada periode awal
dapat dilihat pada tabel 4.1
[19] Fadhil Lubis, Dinasti Abasiyyah Dalam
Ensiklopedi Tematis, 86
[20] 13 khalifah yang memerintah pada periode
lanjutan dapat dilihat pada tabel 4.2
[22] 5 khalifah yang memerintah pada Periode
Buwaihiyah dapat dilihat pada tabel 4.3
[24] Ibid., 75
[25] Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Islam IV
Sejarah Islam Dan Umatnya (Jakarta: Bulan Bintang 1987) 85
[26] Ibid., 38
[27] Khalifah yang memerintah pada masa Turki
kedua dapat dilihat pada tabel 4.4
[28] Zainal Abidin, Ilmu Politik Islam IV Sejarah
Islam Dan Umatnya, 45
[29] Istianah Abubakar, hlm. 79
[30] Tim Penyusun, Sirah dan Tamadun Islam
[31] Ibid.,
[32] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar