PENDEKATAN
FENOMENOLOGI AGAMA
DALAM
BUKU “FENOMENOLOGI
AGAMA”
KARYA :
MARIASUSAI DHAVAMONY
Ratnatus
Sa’idah
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan Rahmat, dan Rahim
-Nya, tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan teladan dan senantiasa menganjurkan kepada
kita untuk selalu menuntut ilmu, seiring dengan itu penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Pendekatan fenomenologi agama dalam fenomenologi agama
karya Mariasusai Dhavamony”. Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana Program
Studi Magister Pendidikan Agama Islam kelas A, bernama Ratnatus Sa’idah dengan
NIM. 11770001, dan dengan dosen pembimbing Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag.
Makalah ini merupakan hasil karya salah satu dosen pengajar sejarah
agama di Universitas Gregoriana, Roma, Italia yaitu Mariasusai Dhavamony dengan
karyanya yang berjudul “fenomenologi agama” pendekatan fenomenologi agama ini
merupakan sebuah wacana baru bagi kita untuk memperkaya suatu pendekatan dalam
penelitian sehingga sangat penting bagi kita untuk mempelajarinya guna menghasilkan
sebuah karya ilmiah yang bernilai tinggi.
Fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara
kerjanya adalah dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama
yang berbeda secara sistematis. Ada beberapa buku bacaan yang baik yang
mengutarakan agama-agama tanpa mempelajari perbandingannya atau secara
fenomenologis. Ada sedikit saja buku-buku yang mencoba memperkenalkan tema-tema
pokok dari sejarah agama dalam menerangkan makna fenomena religius yang
terdapat dalam berbagai agama dengan metode historis komparatif. Bahkan
diantara yang sedikit ini, sebagaian terlalu dikhususkan atau memperlihatkan
orientasi dan pengarahan pribadi dari pengarang, sehingga tidak terlalu cocok
utuk dianjurkan sebagai buku bacaan meskipun bisa dipakai untuk bahan studi
lebih lanjut. Dalam garis besarnya makalah ini akan membahas tentang pengertian
pendekatan fenomenologi agama baik dari segi bahasa, perspektif studi agama maupun
dalam perspektif Mariasusai Dhavamony selaku pengarang buku fenomenologi agama
yang menjadi fokus penulisan makalah ini, disamping itu juga dalam karyanya
Mariasusai Dhavamony juga memaparkan tentang alur penulisan buku dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi agama. Dan pada bagian terakhir dari pokok
pembahasan ini dipaparkan hasil penelitian atau karya ilmiah dari Mariasusai
Dhavamony dengan judul bukunya “fenomenologi agama” yang membahas
tentang bentuk-bentuk primitif dari agama, objek dari agama, agama dan
pengungkapannya, pengalaman religius dan tujuan agama .
2.
Tujuan Pembahasan
a.
Untuk
memahami pengertian pendekatan fenomenologi agama
b.
Untuk
memahami proses penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony
c.
Untuk
memahami hasil penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony
3.
Rumusan Masalah
a.
Apa
pengertian pendekatan fenomenologi agama?
b.
Bagaimana
proses penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony?
c.
Bagaimana
hasil penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony?
B.
POKOK PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama
a.
Pengertian Fenomenologi Agama Secara Etimologi Dan Terminologi
Fenomenologi agama secara etimologi adalah penentuan kesimpulan
berdasarkan fenomena yang ada.[1]
Fenomenologi agama secara terminologi adalah
cabang ilmu
yang berhubungan dengan
klasifikasi dan deskripsi fenomena
agama tanpa pengamatan metafisik.[2]
b.
Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama Dalam Studi Islam
Fenomen
(phenom) = obyek / apa yang diamati
Fenomena (phenomena)
= Hal-hal
(fakta atau peristiwa) yang dapat diamati oleh pancaindera (empirik)
Fenomenologi = Cabang ilmu filsafat yang
mempelajari fenomen
Fenomenologi agama = Ilmu yang mempelajari
agama sebagai suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif
dengan menggunakan analisa deskriftif.[3]
Fenomenologi
agama adalah aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau
menggambarkan fenomena keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau
kepercayaan objek yang diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen
yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan
untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya
untuk menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit, etnosentris dan normatif
dengan berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat.[4]
fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara kerjanya adalah
dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama yang berbeda
secara sistematis.[5]
c.
Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama Dalam Fenomenologi Agama
Karya Mariasusai Dhavamony.
Fenomenologi agama adalah studi pendekatan agama dengan cara
memperbandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai
macam agama, misalnya cara penerimaan penganut, do’a-do’a, inisiasi, upacara penguburan,
dan sebagainya.[6]
Fenomenologi agama adalah ilmu empiris, ilmu manusia yang menggunakan
hasil-hasil ilmu manusia lainnya seperti psikologi religius, sosiologi dan
antropologi religius.[7] Fenomenologi
agama tidak bermaksud memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar,
malinkan menarik fakta dan fenomena yang sama, yang dijumpainya dalam
agama-agama yang berlainan, mengumpulkan, dan mempelajarinya perkelompok.
Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih dalam dan saksama,
sebab lewat pertimbangan bersama dalam satian kelompok, data itu akan
memperjelas satu sama lain. Dalam fenomenologi, kita mempertimbangkan fenomena
agama bukan hanya dalam konteks historis mereka, melainkan juga dalam hubunan
struktural mereka.[8]
2.
Langkah-Langkah Penelitian Dengan Menggunakan Pendekatan Fenomenologi
Agama Karya Mariasusai Dhavamony
a.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh Mariasusai Dhavamony
dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah library research.[9]
b.
Sumber Data
1)
Sumber
Data Primer
Personal bacaan sebagai sumber dasar utama atau data primer dalam
penulisan buku karya Mariasusai Dhavamony adalah berbagai disiplin ilmu yang
terkait dengan kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia ketika mengungkapkan
sikap-sikap keagamaannya dalam berbagai tindakan.[10]
2)
Sumber
Data Skunder
Hasil-hasil dari banyak disiplin dan karya-karya khusus para ahli
dalam berbagai agama.[11]
c.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh Mariasusai Dhavamony
dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah sebagai berikut:
1)
Pengamatan
Metode ini digunakan untuk mengamati kehidupan dan kebiasaan
keagamaan manusia seperti, do’a, upacara kurban, upacara sakramen,
kepercayaannya tentang yang suci, dewa-dewa dan sebagainya.[12]
2) Dokumenter
Karena bersifat Library Research maka
dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumenter, artinya data dikumpulkan dari
buku-buku yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis.[13]
d.
Teknik Analisis Data
1)
Metode
komparasi
Mariasusai
Dhavamony menggunakan metode komparasi dalam analisis data dengan cara
melakukan penyelidikan ilmiah terhadap fenomena agama yang dilakukan oleh
berbagai disiplin ilmu, kemudian berbagai disiplin ilmu tersebut memeriksanya
dari aspek-aspek khusus yang sesuai dengan jangkauan dan tujuannya.[14]
2)
Metode
Fenomenologi Historis Agama
Fenomenologi historis agama menggunakan metode ilmiah sebagaimana
telah dipaparkan, kalau dia memperlajari fenomena religius. Bidang studinya
meliputi fakta religius yang bersifat subyektif seperti pikiran-pikiran,
perasaan-perasaan dan maksud-maksud dari seseorang, yang diungkapkan dalam
tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan yang bersifat subyektif
inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar
gerakan-gerakan. Keadaan-keadaan ini kita anggap bersifat subjektif, dalam arti
bahwa semua ini terjadi dalam subyek manusia, pertama-tama agama adalah
fenomena yang terjadi dalam subyek manusia serta terungkapkan dalam tanda dan
simbol. Kita dapat mengulangi tindakan pemahaman dari fenomena religius,
membandingkannya dengan tindakan-tindakan pemahaman dari pengamat-pengamat
lain, dan menyimpulkan bahwa X adalah suatu tindakan kebaktian, bahwa Y adalah
tindakan kurban, dan Z adalah kegiatan do’a. Fakta ini mengandaikan perlunya
objektivitas. Bagaimana saya tahu bahwa X adalah tarian ritual? Hal ini tidak
saya simpulkan hanya dengan melihat gerakan-gerakan seperti itu yang berasal
dari serangan penyakit ayan, saya tidak akan tertarik. jadi jelaslah, dengan
memahami kata-kata dan maksud-maksud para penarilah saya menyimpulkan ciri
religionalitasnya. Namun, untuk dapat melakukan hal ini, saya harus mengetahui
bahasa, kebiasaan, dan watak orang-orang dan semua ini membutuhkan pemahaman.
Andaikata merasa ragu, saya dapat mengetes pemahaman saya, yakni membuktikan
kebenaran atau kesalahan hipotesis saya lewat tindakan pemahaman lebih lanjut.
Kalau saya rasa saya salah memahami fakta, saya harus mengetahui kebiasaan
mengetahui bahasa, kebiasaan, dan watak orang-orang dan semua ini membutuhkan
pemahaman. Andaikata merasa ragu, saya dapat mengetes pemahaman saya, yakni
membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis saya lewat tindakan pemahaman
lebih lanjut kalau saya rasa saya salah memhami fakta, saya dapat menanyakannya
pada pengamat yang lain; saya juga dapat meminta penjelasan dan motivasi fakta
tersebut dari para pelakunya sendiri. Mengkhususkan, menekankan, dan
mengrtikulasikan unsur-unsur yang berragam dari suatu fenomena religius yang
berulang-ulang (tari ritual) menjadi suatu sistem korelasi yang secara internal
konsisten dan mengklasifikannya sebagai suatu upacara kesuburan, merupakan
langkah-langkah dalam tindakan pemahaman. Formassi hipotesis sendiri adalah
suatu pemahaman tentatif. Pembentukan hipotesis seperti pengaturan kuburan yang
merujuk pada kepercayaan dan kebangkitan badan, tarian ritual yang
mengungkapkan ketakutan akan daya adikodrati, adalah suatu keberanian dalam
pemahaman tentatif. verivikasi atau falsifikasi tergantung pada bukti-bukti
lebih lanjut dari sesuatu hal yang semula menjadi dasar hipotesis.[15]
3)
Metode
Historis
Sejarah mengenai ilmu manusia adalah studi mengenai serangkaian
ungkapan-ungkapan khusus. Yang tak dapat ditarik kembali, dimana
ungkapan-ungkapan yang lebih akhir secara kumulatif dipengaruhi oleh yang lebih
dahulu. Pendekatan historis bisa dicapai melalui usaha memahami
ungkapan-ungkapan itu dengan cara menghubungkannya dengan konteks sejarah
mereka dan memahami seluruh konteks dengan cara berpindah dari satu ungkapan ke
ungkapan yang lain. Proses memahami ungkapan-ungkapan dalam konteksnya dan
memahami konteks itu sendiri lewat ungkapan-ungkapan ini saling bergantung satu
sama lain. Hubungan antara isi dan ungkapan itu sendiri dialami dan pengalaman
ini harus ditangkap kembali oleh pemahaman. Untuk memahami pengalaman ini kita
menempatkan ungkapan-ungkapan dalam konteks yang berbeda, yang lain dari
konteks-konteks dimana hal itu terjadi. Kita melihat bahwa ungkapan-ungkapan
itu masuk dalam tipe tertentu dan kita dapat menempatkan mereka dalam suatu
konteks menurut klasifikasi tertentu. Untuk memperoleh pengertian yang bisa
dipahami dari suatu kelompok fenomena, kita bukan hanya saja harus mengetahui
tentang apakah itu, melainkan juga bagaimana hal itu terjadi. Sejarah
tradisional suatu bangsa tidak dapat diabaikan karena membentuk bagian dari
pemikiran religius manusia-manusia yang masih hidup. Perlu kita bedakan disini
efek-efek suatu kejadian dari bagian yang berperan dalam kehidupan suatu bangsa
lewat ingatan akan kejadian tersebut dan penampilannya dalam tradisi lisan atau
tulisan. Dalam historisisme perhatian lebih diletakkan pada keunikan setiap
periode historis daripada pola yang berulang dan generalisasi bagi semua
tingkah laku manusia. Menurut pendekatan historisisme dalam mempeajari aspek
dari organisasi sosial atau kebudayaan dari suatu bangsa pada kurun waktu
tertentu, sejarahwan harus melacak sejarahnya untuk memperlihatkan bagaimana
bentuk khusus itu berkembang dan untuk menghubungkannya dengan aspek-aspek lain
dari sistem sosio kultural dalam mana aspek itu berada.[16]
4)
Metode
Komparatif
Metode komparatif adalah studi tentang tipe-tipe yang berbeda dari
kelompok-kelompok fenomena, untuk menentukan secara analitis faktor-faktor yang
membawa kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dalam pola yang khas dalam
tigkah laku. Biasanya metode ini meliputi metode historis maupun metode budaya
silang. Metode ini meliputi prosedur, yang sambil menjelaskan
keserupaan-keserupaan dan perbedaan-perbedaan yang dimainkan oleh fenomena,
sekaligus memunculkan dan mengklasifikasikan bukan hanya faktor-faktor kausal
dalam timbul dan berkembangnya fenomena-fenomena seperti itu, melainkan juga
pola-pola dari inter-relasi dalam dan antara fenomena-fenomena itu. Metode
komparasi menempatkan fenomena religius yang analog, misalnya bentuk-bentuk
tertentu dari ide tentang Allah, berdampingan satu sama lain dan mencoba
mendefinisikan struktur mereka dengan jalan perbandingan. Fakta dan fenomena
yang sama, yang didapatkan dalam beragai agama dibawa bersama dan dipelajari
dalam kelompok-kelompok supaya diperoleh arti dari fenomena itu. Tujuan metode
ini adalah untuk membiasakan diri dengan pemikiran, ide atau kebutuhan religius
yang mendasari kelompok data yang saling berhubungan dengan pemikiran atau ide
itu. Studi komparatif dari data yang berhubungan sering memberikan wawasan yang
lebih dalam dan lebih tepat tentang data tersebut daripada pertimbangan atas
masing-masing data secara terpisah, karena sebagai kelompok data ini saling
menerangkan satu sama lain.[17]
5)
Metode
Fenomenologi
Pengikut fenomenologi agama menggunakan perbandingan sebagai sarana
interpretasi yang utama untuk memahami arti dari ekspresi-ekspresi religius,
seperti korban, ritus, dewa-dewa dan lain sebagainya. Mereka mencoba
menyelidiki karakteristik yang dominan dari agama dalam konteks
historis-kultural. Kalau diperbandingkan, tindakan-tindakan religius yang
secara struktural mirip memberi arti-arti sangat berharga yang menjelaskan
makna internal dari tindakan-tindakan itu. Asumsi dasar dari pendekatan ini
adalah bentuk luar dari ungkapan manusia mempunyai pola atau konfigurasi dalam
yang teratur, yang dapat dilukiskan dengan menggunakan metode fenomenologi.
Metode ini mencoba menemukan struktur yang mendasari fakta sejarah dan memahami
maknanya dengan lebih dalam, sebagaimana dimanifestasikan lewat struktur
tersebut dengan hukum-hukum dan pengartian-pengartian yayang khas. Hal ini
bermaksud memberikan pandang menyeluruh dari ide-ide dan motif-motif yang
kepentingannya sangat menentukan dalam sejarah fenomena religius. Metode
fenomenologis tidak hanya menghasilkan suatu deskripsi mengenai fenomena yang
dipelajari tidak juga bermaksud menerangkan hakikat filosofis dari fenomena itu
sebab fenomenologi agama bukanlah deskriptif atau naratif belaka, namun metode ini
memberikan arti yang lebih dalam dari suatu fenomen religius, sebagaimana
dialami dan dihayati oleh manusia-manusia religius.[18]
e.
Fenomenologi Historis Agama Dan Jangkauannya
1)
Jangkauan
Dari Berbagai Ilmu Agama
Sosiologi agama, dirumuskan
secara luas sebagai suatu studi tentang inter-relasi dari agama dan masyarakat
serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog
bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan dan kelembangaan agama mempengaruhi,
dan sebalinknya juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan
stratifikasi sosial adalah tepat. Jadi seorang sosiolog agama bertugas
menyelidiki tentang bagaimana tata cara mast tepat. Jadi seorang sosiolog agama
bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara masyarakat, ke, kebudayaan dan
pribadi-pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi
mereka.[19] Antropologi
sosial agama, antropologi dirumuskan sebagai salah satu cabang dari
penyelidikan sosiologi yang megkhususkan diri terhadap masyarakat primitif,
jadi antropologi sosial agama, berkaitan dengan soal-soal upacara,
kepercayaan, tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum
mengenal tulisan, yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supernatural,
dengan kata lain antropologi agama ini menyelidiki dimensi kultural dari
fenomena agama.[20] Psikologi
agama, studi mengenai aspek psikologis dari agama. Artinya penyelidikan
mengenai peran religius dari budi. Sebagian berkenaan dengan peran budi
individu dalam konteks religius dan sebagian lagi dengan impak dari kehidupan
sosial religius terhadap anggota-anggotanya. Psikologi agama adalah adalah
suatu cabang psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologis dari
sikap-sikap religius atau pengalaman religius dan berbagai fenomena dalam
individu yang muncul dari atau menyertai sikap dan pengalaman tersebut.[21] Filsafat
agama, adalah refleksi filosofis mengenai agama dan mempergunakan metode
filsafat secara sistematis. Dengan memeriksa secara kritis nilai kebenaran bahan-bahan
yang begitu luas dari mitos, simbol dan upacara-upacara yang berasal dari
sejarah agama. Filsafat agama mengungkapkan suatu pembenaran rasional dari
gerakan agama yang spontan dan eksistensial. Dengan menganalisis isi pokok
sejarah agama seperti yang suci, Tuhan, keselamatan, ibadah, kurban, do’a,
upacara, dan simbol.[22]
2)
Fenomenologi
Historis Agama
Apakah fenomenologi historis agama itu sebenarnya? Fenomenologi
historis agama adalah penyelidikan sistematis dari sejarah agama, yang bertugas
mengklasifikasikan dan menggelompokkan menurut cara tertentu sejumlah data yang
tersebar luas sehingga suatu pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh dari
isi-isi agama tersebut dan makna religius yang dikandungnya. Tindakan dan
kepercayaan religius dalam setiap agama memang memperlihatkan kesamaan tertentu
dengan tindakan dan kepercayaan dalam agama-agama lain. Sejarah suatu agama
hanya membawa pada pengertian kekhususannya, sedangkan fenomenologi agama
memperlihatkan pandangan sistematik dari fenomena-fenomena agama. Fenomenologi
agama tidak bermaksud memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar,
malinkan menarik fakta dan fenomena yang sama, yang dijumpainya dalam
agama-agama yang berlainan, mengumpulkan, dan mempelajarinya perkelompok.
Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih dalam dan saksama,
sebab lewat pertimbangan bersama dalam satian kelompok, data itu akan
memperjelas satu sama lain.[23]
3)
Tipologi,
Struktur, Morfologi
Tipologi, adalah ilmu
mengenai tipe. Suatu tipe adalah pola sifat suatu individu, kelompok, atau
budaya yang membedakannya secara individu, kelompok, dan lain sebagainya.
Tipe-tipe digunakan karena mereka menyediakan sarana klasifikasi dari
pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang
berguna untuk tujuan analisis. Suatu tipe ideal adalah gagasan mental
yang terbentuk dari susunan-susunan karakteristik sejumlah fenomena yang
digunakan dalam analisis. unsur-unsur diabstraksikan didasarkan pada pengamatan
terhadap situasi-situasi konkret dari fenomena yang dipelajari, namun gagasan
yang dihhasilkan tidak perlu harus berkaitan persis dengan situasi empiris.
Tipe ideal merupakan teknik metodelogis yang penting, suatu cara heuristik,
digunakan untuk melukiskan, memperbandingkan dan menguji hipotesis-hipotesis
yang berhubungan dengan kenyataan empiris. Tipe-tipe yang tersusun demikian ini
terbentuk dari kriteria (unsur-unsur, ciri-ciri, aspek dan sebagainya)yang
mempunyai referen-referen yang bisa ditemukan dalam dunia empiris atau dapat
disimpulkan secara sah dari evidensi empiris atau keduanya. Tipe yang tersusun
ini bukan saja menyediakan cara untuk pengaturan data, tetapi juga berguna
unutk membantu generalisasi.[24] Struktur,
adalah perhubungan yang kurang lebih tetap dan mendasar antara unsur-unsur,
bagian-bagian atau pola dalam suatu keseluruhan yang terorganisasi dan menyatu.
Struktur adalah keterkaitan satu sama lain yang tak teralami secara langsung,
bahkan tak terpikirkan secara logis maupun secara kausal, tatapi dapat
dipahami; suatu keseluruhan yang terorganis yang tak dapat dianalisis kedalam
unsur-unsurnya, tetapi dapat dipahami dalam unsur-unsur pembentukannya.
Struktur adalah kenyataan yang disusun menurut maknanya tetapi makna ini
sekaligus merupakan bagian dari realitas maupun subyek yang mencoba
memahaminya.[25]
Morfologi, adalah studi tentang bentuk, pola, struktur atau susunan suatu
keseluruhan yang utuh, bukan hanya penjumlahan dari bagian-bagian yang
dikumpulkan; proses-proses dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dapat dianalisis
sampai tuntas kedalam satuan-satuan elementer sebab keseluruhan dan organisasi
adalah ciri khas sejak dari awal. Struktur adalah komposisi, pengaturan dari
bagian-bagian pendukung, dan sususnan dari suatu keseluruhan kompleks;
keseluruhan yang tersusun membentuk satuan-satuan pengalaman, berkenaan dengan
kedudukan dan fungsi saling ketergantungan antara bagian-bagiannya.
Struktur-fungsi adalah sifat atau kegiatan yang menjadi bagian dari atau bergantung
pada pengaruh atau tindakan dari suatu keseluruhan, bukan pada tindakan dan
bagian-bagian dalam keseluruhan.[26]
4)
Tujuan
Fenomenologi Historis Agama
Ada berbagai cara dalam mempelajari fenomena agama. Filologi
berusaha menginterpretasikan suatu teks berkenaan dengan persoalan agama dengan
setepat-tepatnya. Arkeolog berusaha merekonstruksi suatu kompleks tempat suci
kuno atau menerangkan permasalahan suatu cerita dari mitos. Etnolog menerangkan
pokok-pokok dari praktik-praktik religius dan upacara-upacara orang-orang
primitif. Sosiolog mencoba memahami struktur dan organisasi dari suatu kelompok
masyarakat religius dan hubungnannya dengan kehidupan sekular. Psikolog
menganalisis pengalaman religius berbagai macam orang. Para ilmuwan ini
menyelidiki data religius dalam jangkauan dan batas dari ilmu mereka
masing-masing dengan menggunakan metode-metode yang sesuai dengan ilmu mereka.
Penyelidikan-penyelidikan dan hasil-hasil mereka ini membantu memperluas dalam
memperluas dan memperdalam pengetahuan kita tentang data religius, namun belum
menjelaskan sesuatu berkenaan dengan ciri khas dan hakiki dari data tersebut,
yakni kereligiusannya. Bidang ini ditangani oleh fenomenologi agama. Sejarah
agama pertama-tama berurusan dengan agama dalam lingkupnya masing-massing,
perkembangannya dalam lingkup itu dan hubungannya dengan nilai-nilai budaya
lain yag termasuk dalam lingkup yang sama. Oleh karena itu sejarah agama
mempelajari data religius dalam kaitan historisnya, bukan saja dengan data
religius lain, tetapi juga dengan data yang bukan religius, apakah itu
kesusasteraan, kesenian, kemasyarakatan dan sebagainya. Lebih dari itu,
tidaklah cukup apa yang tepatnya terjadi dan bagaimana fakta itu didapatkan.
Yang ingin kita ketahui terutama adalah makna dari kejadian itu.[27]
3.
Hasil Penelitian Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony
Hasil dari penellitian yang dilakukan oleh Mariasusai Dhavamony
dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah terdiri dari lima
bagian yang setiap bagiannya memiliki bab tersendiri secara berurutan pada
setiap bagiannya.
a.
Dalam
bagian satu dikupas gejala-gejala umum mengenai agama primitif dan
bentuk-bentuk agama primitif, dalam arti tertentu perlu diadakan pembedaan yang
jelas antara agama-agama primitif dan agama-agama modern. Maka sangat mendukung
jika diawal bukunya Mariasusai Dhavamony menulis secara khusus tentang agama
primitif untuk memperoleh gambaran yang global. Didalam buku ini juga ditulis
tentang gejala magi yang lazim dalam
agama primitif yang didasari oleh teori Frazer mengenai magi dan teori magi
dari Malinowski[28] dan
bentuk-bentuk agama primitif sebagaimana tersebut diatas diantaranya adalah
animisme, pra-animisme atau animatisme, totemisme urmonoteisme, serta pemujaan
terhadap leluhur. Berbagai macam bentuk agama ini merupakan teori-teori tentang
asal-usul agama yang pernah jaya pada masanya. Namun sebagai fenomena agama,
semuanya itu sangat penting dalam memahami dunia keagamaan orang-orang sebelum
budaya baca tulis.[29]
b.
Pada
bagian kedua menjelaskan mengenai objek-objek agama yakni terkait dengan yang
kudus dan yang profan dari berbagai macam agama. Dalam pengertian lebih luas,
yang kudus adalah sesuatu yang terlindung dari pelanggaran, pengacauan atau
pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, dan tidak
dapat dinodai. Dalam hal ini pengertian tentang yang kudus tidak hanya terbatas
pada agama, maka banyak objek, baik yang bersifat keagamaan maupun bukan,
tindakan-tindakan, tempat-tempat, kebiasaan-kebiasaan, dan gagasan-gagasan
dapat dianggap sebagai kudus. Dalam pengertian yang lebih sempit, yang kudus
adalah sesuatu yang dilindungi, khususnya oleh agama, terhadap pelanggaran,
pengacauan, atau pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang suci, keramat. Hal
ini kebalikan dengan yang profan. Yang profan adalah sesuatu yang biasa, umum,
tidak dikuduskan, bersifat sementara, yang ada diluar yang religius.[30]
Disamping menjelaskan tentang yang kudus dan yang profan juga dijelaskan
tentang konsep-konsep ketuhanan. Kepercayaan pada “yang adikodrati”, dengan
siapa manusia berhubungan dalam pegalaman religiusnya, merupakan gambaran khas
semua agama dan dianggap sebagai yang umum dan yang dan merata (ada dlam setiap
agama). Kendati demikian kepercayaan pada Tuhan ada dalam banyak manifestasi
yang berbeda dalam hampir semua agama. Dimana satu Tuhann dipercayai dan
disembah sebagai yang maha tinggi, secara implisit atau eksplisit hal itu
mengesampingkan yang Mahatinggi lainnya. Kita menyebutnya monoteisme.
Kepercayaan pada pluralitas dewa disebut politeisme. Honoteisme adalah
kepercayaan pada dewa-dewa individual yang dipuja secara bergantian sebagai
Dewa mahatinggi, Dewa yang pada suatu saat disembah diperlakukan sebagai Tuhan
yang tertinggi. Monolatri mengajarkan bahwa sementara seorang Dewa dipuja, dewa-dewa
dari bangsa-bangsa atau kelompok lain tetap diakui; atau sementara pluralitas
dewa diterima dalam praktiknya bentuk do’a atau ibadat membawa orang religius
pada satu dewa sebagai yang Mahatinggi.[31]
c.
Pada
bagian ketiga ditulis tentang ungkapan-ungkapan agama dalam berbagai macam
bentuknya, agama merupakan hubungan antara manusia dan yang menciptakan-Nya,
maka ungkapan-ungkapan yang terkait dengan agama merupakan upaya kearah
realisasi hubungan anatara manusia dengan yang menciptakan-Nya, bentuk-bentuk ungkapan
dari berbagai macam agama tersebut diantaranya adalah berupa mitos atau kisah
suci, ritual atau upacara suci, yang secara khusus tampak dalam inisiasi.[32]
d.
Pada
bagian empat Mariasusai Dhavamony menuliskan tentang pengalaman agama dalam
do’a dan meditasi dari berbagai macam agama ada agama kuno, agama Cina, agama buddha,
agama Jepang, agama Hindu, agama Islam, dan agama Yudaisme. Selain membahas
masalah do’a dan meditasi juga membahas masalah mistik, fenomenologi
memungkinkan kita untuk melihat pengalaman mistik, seperti yang ada dalam
pelbagai agama dan sebagaimana digambarkan oleh para mistikus sendiri.
Pengalaman mistik pertama-tama merupakan sebuah fakta yang penuh dengan makna
bagi kehidupan religius para mistikus tersebut. Karena itu kita perlu
mengatahui keadaan psikologis berhubungan dengan ciri-ciri tertentu yang
melibatkan jenis kesadaran tertentu diamana simbol-simbol inderawi dan
pengertian-pengertian dari pemikiran abstrak maupun diskursif tampak
seolah-olah terhapuskan, dan dimana jiwa merasa diri disatukan dalam suatu
kontak langsung dengan kenyataan yang menguasaninya. Seorang mistikus merasa
bahwa dirinya memiliki persepsi yang lebih mendalam dan penerangan yang lebih
besar dalam pengalamannya akan kenyataan yang agung tersebut, apa pun namanya.
Inilah fenomena yang biasanya disebut sebagai pengalaman mistis.[33]
e.
Pada
bagian kelima sebagai bagian terakhir dari buku ini sebelum daftar pustaka penulis
buku membahas tentang keselamatan dalam agama-agama primitif, agama hindu,
agama buddha, agama islam serta gagasan keselamatan agama yahudi serta makna
keselamatan itu sendiri.[34]
C.
ANALISIS DAN DISKUSI
1.
Analisis
Sebuah karya ilmiah yang ditulis oleh Mariasusai Dhavamony
merupakan sebuah karya yang mencoba untuk menghadirkan wawasan baru tentang fenomenologi
agama dan mencoba memperkenalkan pemahaman tentang hakikat dari sejarah agama
yang sangat berguna, disamping tujuan utama Dhavamony menulis buku ini yaitu
untuk menjadi bacaan bagi pembelajar sejarah agama atau fenomenologi historis agama
pada tingkat perguruan tinggi dan umum.
Pendekatan yang digunakan Mariasusai Dhavamony dalam sebuah
karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” untuk memahami sebuah agama
dan berbagai variasinya cukup bagus dan sejalan dengan pendekatan fenomenologi
agama yang ada pada pendekatan studi agama. Dimana fenomenologi agama
didefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari agama sebagai suatu fakta atau
peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan analisa
deskriftif.
Kelebihan dari karya ilmiah Mariasusai Dhavamony ini, yaitu mencoba
membicarakan sebuah tema dengan dengan tuntas dan sekaligus memperlihatkan
semua bahan yang bermacam-macam dan cara yang berbeda berkenaan dengan tema
umum yang sama. Sementara disisi lain banyak para pengarang yang mencoba memuat
tema-tema mengenai agama tanpa mempelajari perbandingannya (fenomenologis),
karena terlalu memperlihatkan orientasi dari pribadi pengarang sendiri sehingga
tidak terlalu cocok digunakan sebagai buku bacaan meskipun bisa dipakai untuk
bahan studi lebih lanjut.
2.
Diskusi
a.
Pendekatan
fenomenologi yang paling ideal untuk dipraktikkan dilapangan yang bagaimana? Pendekatan
fenomenologi pada dasarnya merupakan kegiatan mencari dan memaknai fakta
dibalik peristiwa, sehingga pendekatan fenomenologi dapat dipraktikan dalam
berbagai konteks penelitian baik dalam penelitian keagamaan sebagaimana
fenomenologi agama, penelitian komunikasi, penelitian yang terkait dengan
kepribadian atau individu seseorang dan sebagainya.
b.
Apakah
kereligiusan seseorang itu dapat diamati secara empirik dalam konteks
fenomenologi agama? Tujuan utama dari pendekatan fenomenologi agama adalah
mencari fakta atau kebenaran dari suatu kejadian, sehingga banyak cara atau
metode yang dapat digunakan oleh pendekatan fenomenologi agama dalam menemukan
kebenaran akan kereligiusan seseorang yang menurut beberapa pandangan orang
sangat sulit diamati secara empirik. Akan tetapi tidak demikian dengan
fenomenologi agama karena pendekatan ini mampu menjawabnya melalui beberap
metode yang digunakannya diantaranya yaitu dengan menggunakan metode historis,
dimana melalui metode ini peneliti mampu mengetahui kebenaran akan kereligiusan
seseorang dengan cara memahami ungkapan-ungkapan manusia kemudian
menghubungkannya dengan konteks sejarah mereka dan memahami seluruh konteks
dengan cara berpindah dari satu ungkapan atau pendapat manusia ke ungkapan atau
pendapat manusia yang lainnnya. Selain itu juga bisa dibuktikan dengan
menggunakan metode fenomenologi historis agama, melalui metode ini peneliti
mampu mengetahui kebenaran akan kereligiusan seseorang dengan cara memahami dan
mengamati beberapa fakta religius yang bersifat subyektif seperti
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud-maksud dari seseorang.
D.
KESIMPULAN
1.
Secara
etimologi fenomenologi agama berarti penentuan kesimpulan berdasarkan fenomena
yang ada. Sedangkan secara terminologi adalah cabang
ilmu yang
berhubungan dengan klasifikasi dan
deskripsi fenomena agama tanpa
pengamatan metafisik, sedangkan pendekatan
fenomenologi agama dalam studi Islam adalah Ilmu yang mempelajari agama sebagai
suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan
menggunakan analisa deskriftif, dan pendekatan fenomenologi agama dalam
fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony adalah suatu pendekatan yang
melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati
berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya.
2.
Jenis
penelitian yang digunakan oleh Mariasusai Dhavamony dalam karyanya yang
berjudul “Fenomenologi Agama” adalah library research dengan menggunakan dua
jenis sumber data yaitu sumber data primer, dengan menggunakan berbagai
disiplin ilmu yang terkait dengan kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia
ketika mengungkapkan sikap-sikap keagamaannya dalam berbagai tindakan dan yang
kedua adalah Sumber Data Skunder yang diambil dari hasil-hasil dari banyak
disiplin dan karya-karya khusus para ahli dalam berbagai agama. Sedangkan
metode pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan dan dokumenter sementara
teknik analisis data menggunakan metode komparasi.
3.
Secara
global hasil dari penelitian karya Mariasusai Dhavamony adalah membahas tentang
gejala-gejala dari berbagai macam agama yang didalamnya membahas tentang do’a,
upacara kurban, upacara sakramen, kepercayaannya tentang yang suci, dewa-dewa
dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama terj.
Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009)
Dahlan, M, dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual,
(Surabaya: Target Press, 2003)
Dhavamony, Mariasusai, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:
Kanisius, 1995)
Siregar, A.E, Kamus Lengkap Indonesia Inggris, (Jakarta: PT.
Aksara Bina Cendekia, 1990)
Lampiran
Identitas Buku Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony
Judul
Buku : Phenomenology of
Religion
Penulis : Mariasusai Dhavamony
Penerbit
: Gregorian University
Press
Kota
terbit : Roma, Italia
Tahun
terbit : 1973
Identitas Buku Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony Versi
Terjemahan Bahasa Indonesia
Judul
Buku : Fenomenologi Agama
Penterjemah : 1. Dr. A. Sudiarja (pendamping)
2.
G.
Ari Nugrahanta
3.
M.
Irwan Susianta
4.
M.
Mispan Indarjo
5.
A.
Toto Subagya
6.
A.
Arda Irwan
Penerbit
: Kanisius
Kota
terbit : Yogyakarta
Tahun
terbit : 1995
Jumlah
halaman : 336
[3] Rita Christina Maukar, Fenomenologi
Agama PPT (http://www.google.com
diakses 24 Desember 2011),
1
[4] Clive
Erricker, “Pendekatan Fenomenologis” dalam Peter Connolly (ed.) Aneka Pendekatan Studi Agama terj.
Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009), 110
[5] Ibid.,
113
[7] Ibid.,
43
[8] Ibid.,
26
[9] Ibid.,
17
[10] Ibid.,
21
[11] Ibid.,
18
[12] Ibid.,
21
[13] Ibid.,
17
[14] Ibid.,
21
[15] Ibid.,
32-33
[16] Ibid.,
37-39
[17] Ibid.,
39-40
[18] Ibid.,
42-43
[19] Ibid.,
21-22
[20] Ibid.,
22
[21] Ibid.,
23
[22] Ibid.,
24
[23] Ibid.,
25-26
[24] Ibid.,
29-30
[25] Ibid.,
30
[26] Ibid.,
[27] Ibid.,
31
[28] Ibid.,
49-50
[29] Ibid.,
65-79
[30] Ibid.,
87
[31] Ibid.,
121
[33] Ibid.,
241-273
[34] Ibid.,
294-315
online casino in India | onlinecasino.com
BalasHapusOnline Casino India. Play Casino Games from Microgaming, NetEnt, Microgaming. Get 100% UP TO bk8 3000 IN CHANCE 카지노사이트 OF 온카지노 WINNING!