Kamis, 23 Agustus 2012

pendekatan studi islam


PENDEKATAN FENOMENOLOGI AGAMA
DALAM BUKU FENOMENOLOGI AGAMA
KARYA : MARIASUSAI DHAVAMONY
Ratnatus Sa’idah

A.  PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan Rahmat, dan Rahim -Nya, tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan teladan dan senantiasa menganjurkan kepada kita untuk selalu menuntut ilmu, seiring dengan itu penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pendekatan fenomenologi agama dalam fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony”. Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam kelas A, bernama Ratnatus Sa’idah dengan NIM. 11770001, dan dengan dosen pembimbing Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag.
Makalah ini merupakan hasil karya salah satu dosen pengajar sejarah agama di Universitas Gregoriana, Roma, Italia yaitu Mariasusai Dhavamony dengan karyanya yang berjudul “fenomenologi agama” pendekatan fenomenologi agama ini merupakan sebuah wacana baru bagi kita untuk memperkaya suatu pendekatan dalam penelitian sehingga sangat penting bagi kita untuk mempelajarinya guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang bernilai tinggi.
Fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara kerjanya adalah dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama yang berbeda secara sistematis. Ada beberapa buku bacaan yang baik yang mengutarakan agama-agama tanpa mempelajari perbandingannya atau secara fenomenologis. Ada sedikit saja buku-buku yang mencoba memperkenalkan tema-tema pokok dari sejarah agama dalam menerangkan makna fenomena religius yang terdapat dalam berbagai agama dengan metode historis komparatif. Bahkan diantara yang sedikit ini, sebagaian terlalu dikhususkan atau memperlihatkan orientasi dan pengarahan pribadi dari pengarang, sehingga tidak terlalu cocok utuk dianjurkan sebagai buku bacaan meskipun bisa dipakai untuk bahan studi lebih lanjut. Dalam garis besarnya makalah ini akan membahas tentang pengertian pendekatan fenomenologi agama baik dari segi bahasa, perspektif studi agama maupun dalam perspektif Mariasusai Dhavamony selaku pengarang buku fenomenologi agama yang menjadi fokus penulisan makalah ini, disamping itu juga dalam karyanya Mariasusai Dhavamony juga memaparkan tentang alur penulisan buku dengan menggunakan pendekatan fenomenologi agama. Dan pada bagian terakhir dari pokok pembahasan ini dipaparkan hasil penelitian atau karya ilmiah dari Mariasusai Dhavamony dengan judul bukunya “fenomenologi agama” yang membahas tentang bentuk-bentuk primitif dari agama, objek dari agama, agama dan pengungkapannya, pengalaman religius dan tujuan agama .
2.    Tujuan Pembahasan
a.    Untuk memahami pengertian pendekatan fenomenologi agama
b.    Untuk memahami proses penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony
c.    Untuk memahami hasil penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony
3.    Rumusan Masalah
a.    Apa pengertian pendekatan fenomenologi agama?
b.    Bagaimana proses penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony?
c.    Bagaimana hasil penelitian fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony?
B.  POKOK PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama
a.    Pengertian Fenomenologi Agama Secara Etimologi Dan Terminologi
Fenomenologi agama secara etimologi adalah penentuan kesimpulan berdasarkan fenomena yang ada.[1]
Fenomenologi agama secara terminologi adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan klasifikasi dan deskripsi fenomena agama tanpa pengamatan metafisik.[2]
b.   Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama Dalam Studi Islam
Fenomen (phenom) = obyek / apa yang diamati
Fenomena (phenomena) = Hal-hal (fakta atau peristiwa) yang dapat diamati oleh pancaindera (empirik)
Fenomenologi = Cabang ilmu filsafat yang mempelajari fenomen
Fenomenologi agama = Ilmu yang mempelajari agama sebagai suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan analisa deskriftif.[3]
Fenomenologi agama adalah aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau kepercayaan objek yang diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit, etnosentris dan normatif dengan berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat.[4] fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara kerjanya adalah dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama yang berbeda secara sistematis.[5]
c.    Pengertian Pendekatan Fenomenologi Agama Dalam Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony.
Fenomenologi agama adalah studi pendekatan agama dengan cara memperbandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam agama, misalnya cara penerimaan penganut, do’a-do’a, inisiasi, upacara penguburan, dan sebagainya.[6] Fenomenologi agama adalah ilmu empiris, ilmu manusia yang menggunakan hasil-hasil ilmu manusia lainnya seperti psikologi religius, sosiologi dan antropologi religius.[7] Fenomenologi agama tidak bermaksud memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar, malinkan menarik fakta dan fenomena yang sama, yang dijumpainya dalam agama-agama yang berlainan, mengumpulkan, dan mempelajarinya perkelompok. Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih dalam dan saksama, sebab lewat pertimbangan bersama dalam satian kelompok, data itu akan memperjelas satu sama lain. Dalam fenomenologi, kita mempertimbangkan fenomena agama bukan hanya dalam konteks historis mereka, melainkan juga dalam hubunan struktural mereka.[8]               
2.    Langkah-Langkah Penelitian Dengan Menggunakan Pendekatan Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony
a.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh Mariasusai Dhavamony dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah library research.[9]

b.   Sumber Data
1)   Sumber Data Primer
Personal bacaan sebagai sumber dasar utama atau data primer dalam penulisan buku karya Mariasusai Dhavamony adalah berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia ketika mengungkapkan sikap-sikap keagamaannya dalam berbagai tindakan.[10]  
2)   Sumber Data Skunder
Hasil-hasil dari banyak disiplin dan karya-karya khusus para ahli dalam berbagai agama.[11]
c.    Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh Mariasusai Dhavamony dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah sebagai berikut:
1)   Pengamatan
Metode ini digunakan untuk mengamati kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia seperti, do’a, upacara kurban, upacara sakramen, kepercayaannya tentang yang suci, dewa-dewa dan sebagainya.[12] 
2)   Dokumenter
Karena bersifat Library Research maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumenter, artinya data dikumpulkan dari buku-buku yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis.[13]
d.   Teknik Analisis Data
1)   Metode komparasi
Mariasusai Dhavamony menggunakan metode komparasi dalam analisis data dengan cara melakukan penyelidikan ilmiah terhadap fenomena agama yang dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu, kemudian berbagai disiplin ilmu tersebut memeriksanya dari aspek-aspek khusus yang sesuai dengan jangkauan dan tujuannya.[14]
2)   Metode Fenomenologi Historis Agama
Fenomenologi historis agama menggunakan metode ilmiah sebagaimana telah dipaparkan, kalau dia memperlajari fenomena religius. Bidang studinya meliputi fakta religius yang bersifat subyektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud-maksud dari seseorang, yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan yang bersifat subyektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan-gerakan. Keadaan-keadaan ini kita anggap bersifat subjektif, dalam arti bahwa semua ini terjadi dalam subyek manusia, pertama-tama agama adalah fenomena yang terjadi dalam subyek manusia serta terungkapkan dalam tanda dan simbol. Kita dapat mengulangi tindakan pemahaman dari fenomena religius, membandingkannya dengan tindakan-tindakan pemahaman dari pengamat-pengamat lain, dan menyimpulkan bahwa X adalah suatu tindakan kebaktian, bahwa Y adalah tindakan kurban, dan Z adalah kegiatan do’a. Fakta ini mengandaikan perlunya objektivitas. Bagaimana saya tahu bahwa X adalah tarian ritual? Hal ini tidak saya simpulkan hanya dengan melihat gerakan-gerakan seperti itu yang berasal dari serangan penyakit ayan, saya tidak akan tertarik. jadi jelaslah, dengan memahami kata-kata dan maksud-maksud para penarilah saya menyimpulkan ciri religionalitasnya. Namun, untuk dapat melakukan hal ini, saya harus mengetahui bahasa, kebiasaan, dan watak orang-orang dan semua ini membutuhkan pemahaman. Andaikata merasa ragu, saya dapat mengetes pemahaman saya, yakni membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis saya lewat tindakan pemahaman lebih lanjut. Kalau saya rasa saya salah memahami fakta, saya harus mengetahui kebiasaan mengetahui bahasa, kebiasaan, dan watak orang-orang dan semua ini membutuhkan pemahaman. Andaikata merasa ragu, saya dapat mengetes pemahaman saya, yakni membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis saya lewat tindakan pemahaman lebih lanjut kalau saya rasa saya salah memhami fakta, saya dapat menanyakannya pada pengamat yang lain; saya juga dapat meminta penjelasan dan motivasi fakta tersebut dari para pelakunya sendiri. Mengkhususkan, menekankan, dan mengrtikulasikan unsur-unsur yang berragam dari suatu fenomena religius yang berulang-ulang (tari ritual) menjadi suatu sistem korelasi yang secara internal konsisten dan mengklasifikannya sebagai suatu upacara kesuburan, merupakan langkah-langkah dalam tindakan pemahaman. Formassi hipotesis sendiri adalah suatu pemahaman tentatif. Pembentukan hipotesis seperti pengaturan kuburan yang merujuk pada kepercayaan dan kebangkitan badan, tarian ritual yang mengungkapkan ketakutan akan daya adikodrati, adalah suatu keberanian dalam pemahaman tentatif. verivikasi atau falsifikasi tergantung pada bukti-bukti lebih lanjut dari sesuatu hal yang semula menjadi dasar hipotesis.[15]                         
3)   Metode Historis
Sejarah mengenai ilmu manusia adalah studi mengenai serangkaian ungkapan-ungkapan khusus. Yang tak dapat ditarik kembali, dimana ungkapan-ungkapan yang lebih akhir secara kumulatif dipengaruhi oleh yang lebih dahulu. Pendekatan historis bisa dicapai melalui usaha memahami ungkapan-ungkapan itu dengan cara menghubungkannya dengan konteks sejarah mereka dan memahami seluruh konteks dengan cara berpindah dari satu ungkapan ke ungkapan yang lain. Proses memahami ungkapan-ungkapan dalam konteksnya dan memahami konteks itu sendiri lewat ungkapan-ungkapan ini saling bergantung satu sama lain. Hubungan antara isi dan ungkapan itu sendiri dialami dan pengalaman ini harus ditangkap kembali oleh pemahaman. Untuk memahami pengalaman ini kita menempatkan ungkapan-ungkapan dalam konteks yang berbeda, yang lain dari konteks-konteks dimana hal itu terjadi. Kita melihat bahwa ungkapan-ungkapan itu masuk dalam tipe tertentu dan kita dapat menempatkan mereka dalam suatu konteks menurut klasifikasi tertentu. Untuk memperoleh pengertian yang bisa dipahami dari suatu kelompok fenomena, kita bukan hanya saja harus mengetahui tentang apakah itu, melainkan juga bagaimana hal itu terjadi. Sejarah tradisional suatu bangsa tidak dapat diabaikan karena membentuk bagian dari pemikiran religius manusia-manusia yang masih hidup. Perlu kita bedakan disini efek-efek suatu kejadian dari bagian yang berperan dalam kehidupan suatu bangsa lewat ingatan akan kejadian tersebut dan penampilannya dalam tradisi lisan atau tulisan. Dalam historisisme perhatian lebih diletakkan pada keunikan setiap periode historis daripada pola yang berulang dan generalisasi bagi semua tingkah laku manusia. Menurut pendekatan historisisme dalam mempeajari aspek dari organisasi sosial atau kebudayaan dari suatu bangsa pada kurun waktu tertentu, sejarahwan harus melacak sejarahnya untuk memperlihatkan bagaimana bentuk khusus itu berkembang dan untuk menghubungkannya dengan aspek-aspek lain dari sistem sosio kultural dalam mana aspek itu berada.[16]        
4)   Metode Komparatif
Metode komparatif adalah studi tentang tipe-tipe yang berbeda dari kelompok-kelompok fenomena, untuk menentukan secara analitis faktor-faktor yang membawa kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dalam pola yang khas dalam tigkah laku. Biasanya metode ini meliputi metode historis maupun metode budaya silang. Metode ini meliputi prosedur, yang sambil menjelaskan keserupaan-keserupaan dan perbedaan-perbedaan yang dimainkan oleh fenomena, sekaligus memunculkan dan mengklasifikasikan bukan hanya faktor-faktor kausal dalam timbul dan berkembangnya fenomena-fenomena seperti itu, melainkan juga pola-pola dari inter-relasi dalam dan antara fenomena-fenomena itu. Metode komparasi menempatkan fenomena religius yang analog, misalnya bentuk-bentuk tertentu dari ide tentang Allah, berdampingan satu sama lain dan mencoba mendefinisikan struktur mereka dengan jalan perbandingan. Fakta dan fenomena yang sama, yang didapatkan dalam beragai agama dibawa bersama dan dipelajari dalam kelompok-kelompok supaya diperoleh arti dari fenomena itu. Tujuan metode ini adalah untuk membiasakan diri dengan pemikiran, ide atau kebutuhan religius yang mendasari kelompok data yang saling berhubungan dengan pemikiran atau ide itu. Studi komparatif dari data yang berhubungan sering memberikan wawasan yang lebih dalam dan lebih tepat tentang data tersebut daripada pertimbangan atas masing-masing data secara terpisah, karena sebagai kelompok data ini saling menerangkan satu sama lain.[17]          
5)   Metode Fenomenologi
Pengikut fenomenologi agama menggunakan perbandingan sebagai sarana interpretasi yang utama untuk memahami arti dari ekspresi-ekspresi religius, seperti korban, ritus, dewa-dewa dan lain sebagainya. Mereka mencoba menyelidiki karakteristik yang dominan dari agama dalam konteks historis-kultural. Kalau diperbandingkan, tindakan-tindakan religius yang secara struktural mirip memberi arti-arti sangat berharga yang menjelaskan makna internal dari tindakan-tindakan itu. Asumsi dasar dari pendekatan ini adalah bentuk luar dari ungkapan manusia mempunyai pola atau konfigurasi dalam yang teratur, yang dapat dilukiskan dengan menggunakan metode fenomenologi. Metode ini mencoba menemukan struktur yang mendasari fakta sejarah dan memahami maknanya dengan lebih dalam, sebagaimana dimanifestasikan lewat struktur tersebut dengan hukum-hukum dan pengartian-pengartian yayang khas. Hal ini bermaksud memberikan pandang menyeluruh dari ide-ide dan motif-motif yang kepentingannya sangat menentukan dalam sejarah fenomena religius. Metode fenomenologis tidak hanya menghasilkan suatu deskripsi mengenai fenomena yang dipelajari tidak juga bermaksud menerangkan hakikat filosofis dari fenomena itu sebab fenomenologi agama bukanlah deskriptif atau naratif belaka, namun metode ini memberikan arti yang lebih dalam dari suatu fenomen religius, sebagaimana dialami dan dihayati oleh manusia-manusia religius.[18]          
e.    Fenomenologi Historis Agama Dan Jangkauannya
1)   Jangkauan Dari Berbagai Ilmu Agama
Sosiologi agama, dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang inter-relasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan dan kelembangaan agama mempengaruhi, dan sebalinknya juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan stratifikasi sosial adalah tepat. Jadi seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara mast tepat. Jadi seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara masyarakat, ke, kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka.[19] Antropologi sosial agama, antropologi dirumuskan sebagai salah satu cabang dari penyelidikan sosiologi yang megkhususkan diri terhadap masyarakat primitif, jadi antropologi sosial agama, berkaitan dengan soal-soal upacara, kepercayaan, tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan, yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supernatural, dengan kata lain antropologi agama ini menyelidiki dimensi kultural dari fenomena agama.[20] Psikologi agama, studi mengenai aspek psikologis dari agama. Artinya penyelidikan mengenai peran religius dari budi. Sebagian berkenaan dengan peran budi individu dalam konteks religius dan sebagian lagi dengan impak dari kehidupan sosial religius terhadap anggota-anggotanya. Psikologi agama adalah adalah suatu cabang psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologis dari sikap-sikap religius atau pengalaman religius dan berbagai fenomena dalam individu yang muncul dari atau menyertai sikap dan pengalaman tersebut.[21] Filsafat agama, adalah refleksi filosofis mengenai agama dan mempergunakan metode filsafat secara sistematis. Dengan memeriksa secara kritis nilai kebenaran bahan-bahan yang begitu luas dari mitos, simbol dan upacara-upacara yang berasal dari sejarah agama. Filsafat agama mengungkapkan suatu pembenaran rasional dari gerakan agama yang spontan dan eksistensial. Dengan menganalisis isi pokok sejarah agama seperti yang suci, Tuhan, keselamatan, ibadah, kurban, do’a, upacara, dan simbol.[22]          
2)   Fenomenologi Historis Agama
Apakah fenomenologi historis agama itu sebenarnya? Fenomenologi historis agama adalah penyelidikan sistematis dari sejarah agama, yang bertugas mengklasifikasikan dan menggelompokkan menurut cara tertentu sejumlah data yang tersebar luas sehingga suatu pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh dari isi-isi agama tersebut dan makna religius yang dikandungnya. Tindakan dan kepercayaan religius dalam setiap agama memang memperlihatkan kesamaan tertentu dengan tindakan dan kepercayaan dalam agama-agama lain. Sejarah suatu agama hanya membawa pada pengertian kekhususannya, sedangkan fenomenologi agama memperlihatkan pandangan sistematik dari fenomena-fenomena agama. Fenomenologi agama tidak bermaksud memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar, malinkan menarik fakta dan fenomena yang sama, yang dijumpainya dalam agama-agama yang berlainan, mengumpulkan, dan mempelajarinya perkelompok. Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih dalam dan saksama, sebab lewat pertimbangan bersama dalam satian kelompok, data itu akan memperjelas satu sama lain.[23]    
3)   Tipologi, Struktur, Morfologi
Tipologi, adalah ilmu mengenai tipe. Suatu tipe adalah pola sifat suatu individu, kelompok, atau budaya yang membedakannya secara individu, kelompok, dan lain sebagainya. Tipe-tipe digunakan karena mereka menyediakan sarana klasifikasi dari pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang  berguna untuk tujuan analisis. Suatu tipe ideal adalah gagasan mental yang terbentuk dari susunan-susunan karakteristik sejumlah fenomena yang digunakan dalam analisis. unsur-unsur diabstraksikan didasarkan pada pengamatan terhadap situasi-situasi konkret dari fenomena yang dipelajari, namun gagasan yang dihhasilkan tidak perlu harus berkaitan persis dengan situasi empiris. Tipe ideal merupakan teknik metodelogis yang penting, suatu cara heuristik, digunakan untuk melukiskan, memperbandingkan dan menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan kenyataan empiris. Tipe-tipe yang tersusun demikian ini terbentuk dari kriteria (unsur-unsur, ciri-ciri, aspek dan sebagainya)yang mempunyai referen-referen yang bisa ditemukan dalam dunia empiris atau dapat disimpulkan secara sah dari evidensi empiris atau keduanya. Tipe yang tersusun ini bukan saja menyediakan cara untuk pengaturan data, tetapi juga berguna unutk membantu generalisasi.[24] Struktur, adalah perhubungan yang kurang lebih tetap dan mendasar antara unsur-unsur, bagian-bagian atau pola dalam suatu keseluruhan yang terorganisasi dan menyatu. Struktur adalah keterkaitan satu sama lain yang tak teralami secara langsung, bahkan tak terpikirkan secara logis maupun secara kausal, tatapi dapat dipahami; suatu keseluruhan yang terorganis yang tak dapat dianalisis kedalam unsur-unsurnya, tetapi dapat dipahami dalam unsur-unsur pembentukannya. Struktur adalah kenyataan yang disusun menurut maknanya tetapi makna ini sekaligus merupakan bagian dari realitas maupun subyek yang mencoba memahaminya.[25] Morfologi, adalah studi tentang bentuk, pola, struktur atau susunan suatu keseluruhan yang utuh, bukan hanya penjumlahan dari bagian-bagian yang dikumpulkan; proses-proses dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dapat dianalisis sampai tuntas kedalam satuan-satuan elementer sebab keseluruhan dan organisasi adalah ciri khas sejak dari awal. Struktur adalah komposisi, pengaturan dari bagian-bagian pendukung, dan sususnan dari suatu keseluruhan kompleks; keseluruhan yang tersusun membentuk satuan-satuan pengalaman, berkenaan dengan kedudukan dan fungsi saling ketergantungan antara bagian-bagiannya. Struktur-fungsi adalah sifat atau kegiatan yang menjadi bagian dari atau bergantung pada pengaruh atau tindakan dari suatu keseluruhan, bukan pada tindakan dan bagian-bagian dalam keseluruhan.[26]                                   
4)   Tujuan Fenomenologi Historis Agama
Ada berbagai cara dalam mempelajari fenomena agama. Filologi berusaha menginterpretasikan suatu teks berkenaan dengan persoalan agama dengan setepat-tepatnya. Arkeolog berusaha merekonstruksi suatu kompleks tempat suci kuno atau menerangkan permasalahan suatu cerita dari mitos. Etnolog menerangkan pokok-pokok dari praktik-praktik religius dan upacara-upacara orang-orang primitif. Sosiolog mencoba memahami struktur dan organisasi dari suatu kelompok masyarakat religius dan hubungnannya dengan kehidupan sekular. Psikolog menganalisis pengalaman religius berbagai macam orang. Para ilmuwan ini menyelidiki data religius dalam jangkauan dan batas dari ilmu mereka masing-masing dengan menggunakan metode-metode yang sesuai dengan ilmu mereka. Penyelidikan-penyelidikan dan hasil-hasil mereka ini membantu memperluas dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan kita tentang data religius, namun belum menjelaskan sesuatu berkenaan dengan ciri khas dan hakiki dari data tersebut, yakni kereligiusannya. Bidang ini ditangani oleh fenomenologi agama. Sejarah agama pertama-tama berurusan dengan agama dalam lingkupnya masing-massing, perkembangannya dalam lingkup itu dan hubungannya dengan nilai-nilai budaya lain yag termasuk dalam lingkup yang sama. Oleh karena itu sejarah agama mempelajari data religius dalam kaitan historisnya, bukan saja dengan data religius lain, tetapi juga dengan data yang bukan religius, apakah itu kesusasteraan, kesenian, kemasyarakatan dan sebagainya. Lebih dari itu, tidaklah cukup apa yang tepatnya terjadi dan bagaimana fakta itu didapatkan. Yang ingin kita ketahui terutama adalah makna dari kejadian itu.[27]          
3.    Hasil Penelitian Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony
Hasil dari penellitian yang dilakukan oleh Mariasusai Dhavamony dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah terdiri dari lima bagian yang setiap bagiannya memiliki bab tersendiri secara berurutan pada setiap bagiannya.
a.    Dalam bagian satu dikupas gejala-gejala umum mengenai agama primitif dan bentuk-bentuk agama primitif, dalam arti tertentu perlu diadakan pembedaan yang jelas antara agama-agama primitif dan agama-agama modern. Maka sangat mendukung jika diawal bukunya Mariasusai Dhavamony menulis secara khusus tentang agama primitif untuk memperoleh gambaran yang global. Didalam buku ini juga ditulis tentang gejala magi  yang lazim dalam agama primitif yang didasari oleh teori Frazer mengenai magi dan teori magi dari Malinowski[28] dan bentuk-bentuk agama primitif sebagaimana tersebut diatas diantaranya adalah animisme, pra-animisme atau animatisme, totemisme urmonoteisme, serta pemujaan terhadap leluhur. Berbagai macam bentuk agama ini merupakan teori-teori tentang asal-usul agama yang pernah jaya pada masanya. Namun sebagai fenomena agama, semuanya itu sangat penting dalam memahami dunia keagamaan orang-orang sebelum budaya baca tulis.[29]
b.    Pada bagian kedua menjelaskan mengenai objek-objek agama yakni terkait dengan yang kudus dan yang profan dari berbagai macam agama. Dalam pengertian lebih luas, yang kudus adalah sesuatu yang terlindung dari pelanggaran, pengacauan atau pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini pengertian tentang yang kudus tidak hanya terbatas pada agama, maka banyak objek, baik yang bersifat keagamaan maupun bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, kebiasaan-kebiasaan, dan gagasan-gagasan dapat dianggap sebagai kudus. Dalam pengertian yang lebih sempit, yang kudus adalah sesuatu yang dilindungi, khususnya oleh agama, terhadap pelanggaran, pengacauan, atau pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang suci, keramat. Hal ini kebalikan dengan yang profan. Yang profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan, bersifat sementara, yang ada diluar yang religius.[30] Disamping menjelaskan tentang yang kudus dan yang profan juga dijelaskan tentang konsep-konsep ketuhanan. Kepercayaan pada “yang adikodrati”, dengan siapa manusia berhubungan dalam pegalaman religiusnya, merupakan gambaran khas semua agama dan dianggap sebagai yang umum dan yang dan merata (ada dlam setiap agama). Kendati demikian kepercayaan pada Tuhan ada dalam banyak manifestasi yang berbeda dalam hampir semua agama. Dimana satu Tuhann dipercayai dan disembah sebagai yang maha tinggi, secara implisit atau eksplisit hal itu mengesampingkan yang Mahatinggi lainnya. Kita menyebutnya monoteisme. Kepercayaan pada pluralitas dewa disebut politeisme. Honoteisme adalah kepercayaan pada dewa-dewa individual yang dipuja secara bergantian sebagai Dewa mahatinggi, Dewa yang pada suatu saat disembah diperlakukan sebagai Tuhan yang tertinggi. Monolatri mengajarkan bahwa sementara seorang Dewa dipuja, dewa-dewa dari bangsa-bangsa atau kelompok lain tetap diakui; atau sementara pluralitas dewa diterima dalam praktiknya bentuk do’a atau ibadat membawa orang religius pada satu dewa sebagai yang Mahatinggi.[31]
c.    Pada bagian ketiga ditulis tentang ungkapan-ungkapan agama dalam berbagai macam bentuknya, agama merupakan hubungan antara manusia dan yang menciptakan-Nya, maka ungkapan-ungkapan yang terkait dengan agama merupakan upaya kearah realisasi hubungan anatara manusia dengan yang menciptakan-Nya, bentuk-bentuk ungkapan dari berbagai macam agama tersebut diantaranya adalah berupa mitos atau kisah suci, ritual atau upacara suci, yang secara khusus tampak dalam inisiasi.[32] 
d.   Pada bagian empat Mariasusai Dhavamony menuliskan tentang pengalaman agama dalam do’a dan meditasi dari berbagai macam agama ada agama kuno, agama Cina, agama buddha, agama Jepang, agama Hindu, agama Islam, dan agama Yudaisme. Selain membahas masalah do’a dan meditasi juga membahas masalah mistik, fenomenologi memungkinkan kita untuk melihat pengalaman mistik, seperti yang ada dalam pelbagai agama dan sebagaimana digambarkan oleh para mistikus sendiri. Pengalaman mistik pertama-tama merupakan sebuah fakta yang penuh dengan makna bagi kehidupan religius para mistikus tersebut. Karena itu kita perlu mengatahui keadaan psikologis berhubungan dengan ciri-ciri tertentu yang melibatkan jenis kesadaran tertentu diamana simbol-simbol inderawi dan pengertian-pengertian dari pemikiran abstrak maupun diskursif tampak seolah-olah terhapuskan, dan dimana jiwa merasa diri disatukan dalam suatu kontak langsung dengan kenyataan yang menguasaninya. Seorang mistikus merasa bahwa dirinya memiliki persepsi yang lebih mendalam dan penerangan yang lebih besar dalam pengalamannya akan kenyataan yang agung tersebut, apa pun namanya. Inilah fenomena yang biasanya disebut sebagai pengalaman mistis.[33]  
e.    Pada bagian kelima sebagai bagian terakhir dari buku ini sebelum daftar pustaka penulis buku membahas tentang keselamatan dalam agama-agama primitif, agama hindu, agama buddha, agama islam serta gagasan keselamatan agama yahudi serta makna keselamatan itu sendiri.[34]

C.  ANALISIS DAN DISKUSI
1.    Analisis
Sebuah karya ilmiah yang ditulis oleh Mariasusai Dhavamony merupakan sebuah karya yang mencoba untuk menghadirkan wawasan baru tentang fenomenologi agama dan mencoba memperkenalkan pemahaman tentang hakikat dari sejarah agama yang sangat berguna, disamping tujuan utama Dhavamony menulis buku ini yaitu untuk menjadi bacaan bagi pembelajar sejarah agama atau fenomenologi historis agama pada tingkat perguruan tinggi dan umum.
Pendekatan yang digunakan Mariasusai Dhavamony dalam sebuah karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” untuk memahami sebuah agama dan berbagai variasinya cukup bagus dan sejalan dengan pendekatan fenomenologi agama yang ada pada pendekatan studi agama. Dimana fenomenologi agama didefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari agama sebagai suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan analisa deskriftif.
Kelebihan dari karya ilmiah Mariasusai Dhavamony ini, yaitu mencoba membicarakan sebuah tema dengan dengan tuntas dan sekaligus memperlihatkan semua bahan yang bermacam-macam dan cara yang berbeda berkenaan dengan tema umum yang sama. Sementara disisi lain banyak para pengarang yang mencoba memuat tema-tema mengenai agama tanpa mempelajari perbandingannya (fenomenologis), karena terlalu memperlihatkan orientasi dari pribadi pengarang sendiri sehingga tidak terlalu cocok digunakan sebagai buku bacaan meskipun bisa dipakai untuk bahan studi lebih lanjut.
2.    Diskusi
a.    Pendekatan fenomenologi yang paling ideal untuk dipraktikkan dilapangan yang bagaimana? Pendekatan fenomenologi pada dasarnya merupakan kegiatan mencari dan memaknai fakta dibalik peristiwa, sehingga pendekatan fenomenologi dapat dipraktikan dalam berbagai konteks penelitian baik dalam penelitian keagamaan sebagaimana fenomenologi agama, penelitian komunikasi, penelitian yang terkait dengan kepribadian atau individu seseorang dan sebagainya.   
b.    Apakah kereligiusan seseorang itu dapat diamati secara empirik dalam konteks fenomenologi agama? Tujuan utama dari pendekatan fenomenologi agama adalah mencari fakta atau kebenaran dari suatu kejadian, sehingga banyak cara atau metode yang dapat digunakan oleh pendekatan fenomenologi agama dalam menemukan kebenaran akan kereligiusan seseorang yang menurut beberapa pandangan orang sangat sulit diamati secara empirik. Akan tetapi tidak demikian dengan fenomenologi agama karena pendekatan ini mampu menjawabnya melalui beberap metode yang digunakannya diantaranya yaitu dengan menggunakan metode historis, dimana melalui metode ini peneliti mampu mengetahui kebenaran akan kereligiusan seseorang dengan cara memahami ungkapan-ungkapan manusia kemudian menghubungkannya dengan konteks sejarah mereka dan memahami seluruh konteks dengan cara berpindah dari satu ungkapan atau pendapat manusia ke ungkapan atau pendapat manusia yang lainnnya. Selain itu juga bisa dibuktikan dengan menggunakan metode fenomenologi historis agama, melalui metode ini peneliti mampu mengetahui kebenaran akan kereligiusan seseorang dengan cara memahami dan mengamati beberapa fakta religius yang bersifat subyektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud-maksud dari seseorang.
D.  KESIMPULAN
1.    Secara etimologi fenomenologi agama berarti penentuan kesimpulan berdasarkan fenomena yang ada. Sedangkan secara terminologi adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan klasifikasi dan deskripsi fenomena agama tanpa pengamatan metafisik, sedangkan pendekatan fenomenologi agama dalam studi Islam adalah Ilmu yang mempelajari agama sebagai suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan analisa deskriftif, dan pendekatan fenomenologi agama dalam fenomenologi agama karya Mariasusai Dhavamony adalah suatu pendekatan yang melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya.
2.    Jenis penelitian yang digunakan oleh Mariasusai Dhavamony dalam karyanya yang berjudul “Fenomenologi Agama” adalah library research dengan menggunakan dua jenis sumber data yaitu sumber data primer, dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia ketika mengungkapkan sikap-sikap keagamaannya dalam berbagai tindakan dan yang kedua adalah Sumber Data Skunder yang diambil dari hasil-hasil dari banyak disiplin dan karya-karya khusus para ahli dalam berbagai agama. Sedangkan metode pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan dan dokumenter sementara teknik analisis data menggunakan metode komparasi.
3.    Secara global hasil dari penelitian karya Mariasusai Dhavamony adalah membahas tentang gejala-gejala dari berbagai macam agama yang didalamnya membahas tentang do’a, upacara kurban, upacara sakramen, kepercayaannya tentang yang suci, dewa-dewa dan sebagainya.







DAFTAR RUJUKAN

Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama terj. Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009)
Dahlan, M, dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual, (Surabaya: Target Press, 2003)
Dhavamony, Mariasusai, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995)
Rita Christina Maukar, Fenomenologi Agama, PPT, http://www.google.com, diakses 24 Desember 2011
Siregar, A.E, Kamus Lengkap Indonesia Inggris(Jakarta: PT. Aksara Bina Cendekia, 1990)






















Lampiran

Identitas Buku Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony

Judul Buku                  : Phenomenology of Religion
Penulis                         : Mariasusai Dhavamony
Penerbit                       : Gregorian University Press
Kota terbit                   : Roma, Italia
Tahun terbit                 : 1973

Identitas Buku Fenomenologi Agama Karya Mariasusai Dhavamony Versi Terjemahan Bahasa Indonesia

Judul Buku                  : Fenomenologi Agama
Penterjemah                : 1. Dr. A. Sudiarja (pendamping)
2.    G. Ari Nugrahanta
3.    M. Irwan Susianta
4.    M. Mispan Indarjo
5.    A. Toto Subagya
6.    A. Arda Irwan
Penerbit                       : Kanisius
Kota terbit                   : Yogyakarta
Tahun terbit                 : 1995
Jumlah halaman           : 336



[1] M. Dahlan, dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual (Surabaya: Target Press, 2003), 208
[2] A.E. Siregar, Kamus Lengkap Indonesia Inggris (Jakarta: PT. Aksara Bina Cendekia, 1990), 408 
[3] Rita Christina Maukar, Fenomenologi Agama PPT (http://www.google.com diakses 24 Desember 2011), 1
[4] Clive Erricker, “Pendekatan Fenomenologis” dalam Peter Connolly (ed.) Aneka Pendekatan Studi Agama terj. Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009), 110
[5] Ibid., 113
[6] Dhavamony Mariasusai, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius 1995), 7
[7] Ibid., 43
[8] Ibid., 26
[9] Ibid., 17
[10] Ibid., 21
[11] Ibid., 18
[12] Ibid., 21
[13] Ibid., 17
[14] Ibid., 21
[15] Ibid., 32-33
[16] Ibid., 37-39
[17] Ibid., 39-40
[18] Ibid., 42-43
[19] Ibid., 21-22
[20] Ibid., 22
[21] Ibid., 23
[22] Ibid., 24
[23] Ibid., 25-26
[24] Ibid., 29-30
[25] Ibid., 30
[26] Ibid.,
[27] Ibid., 31
[28] Ibid., 49-50
[29] Ibid., 65-79
[30] Ibid., 87
[31] Ibid., 121
[32] Ibid., 65-83
[33] Ibid., 241-273
[34] Ibid., 294-315

1 komentar:

  1. online casino in India | onlinecasino.com
    Online Casino India. Play Casino Games from Microgaming, NetEnt, Microgaming. Get 100% UP TO bk8 3000 IN CHANCE 카지노사이트 OF 온카지노 WINNING!

    BalasHapus