A.
PENDAHULUAN
Manusia dalam
jagad raya ini adalah makhluk yang unik, keunikannya sangat menarik dimata
manusia sendiri, sehingga banyak kajian-kajian tentang manusia yang terus
berkembang karena memang pengetahuan manusia tentang dirinya terbatas. Untuk
menjawab permasalahan tersebut, Al-Qur’an telah banyak menjelaskan berbagai hal
yang berkaitan dengan manusia.
Untuk membangun
sebuah konsepsi tentang siapa itu manusia Al-Qur’an menjelaskan konsep manusia
yang ditunjukkan dengan kata insan, basyar,
bani adam dan zuriyah Adam, serta an-naas dengan
masing-masing penafsiran dan kedudukannya.
Bila dimensi ini dikembangkan dalam
kajian pendidikan, maka dalam proses mempersiapkan generasi penerus estafet
kekholifahan yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah, pendidikan yang
ditawarkan harus mampu untuk mengembangkan aspek-aspek kepribadian anak, baik
jasmaniah maupun rohaniah, termasuk didalam aspek individualitas, sosialitas,
moralitas, maupun aspek religius. Sehingga dengan pendidikan itu akan tercapai
kehidupan yang harmonis, seimbang antara kebutuhan fisik material dengan
kebutuhan mental spiritual dan antara duniawiyah dan ukhrowiyah. Sehingga
pendidikan bukan hanya sekedar pewarisan nilai-nilai budaya bangsa, dari satu
generasi kepada generasi berikutnya.
Makalah ini akan membahas tentang“Pandangan
Al-Qur’an Tentang Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan” Untuk lebih
jelas dan detailnya terkait dengan tema diatas akan dijelasakan pada bagian
pembahasan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pandangan
AL-Qur’an Tentang Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan
a.
Konsep Manusia
Menurut Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an
manusia disebut dengan berbagai nama antara lain : al-Insan, al-Basyr, Bani
Adam dan Zuriyah Adam
yang hal ini sebagai penolakan terhadap teori Darwin tentang evolusi,
bahwa manusia adalah keturunan dari kera serta an-Nas, Adapun konsep
manusia menurut Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1)
Insan
Kata insan terambil dari akar kata uns yang
berarti jinak, harmonis, dan tampak. Pendapat ini jika ditinjau dari sudut
pandang Al-Qur’an lebih tepat dari pada yang berpendapat bahwa ia terambil dari
kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang) dan ada juga
dari akar kata Naus yang
mengandung arti “pergerakan atau dinamisme”.[1]
Merujuk pada
asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental
spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah potensi lain,
yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta prilaku
negatif dan merugikan.[2]
2)
Basyar
Kata
basyar terambil dari akar kata yang mulanya berarti penampakan sesuatu
dengan baik dan indah, dari akar yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Dari sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang
menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui
tahap-tahap. Disini tampak bahwa kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan
dalam kehidupan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab, sebab
itu pula tugas kekhalifahan dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam
Al Qur’an surat Ar-Ruum ayat 20:[3]
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& Nä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? ¢OèO !#sÎ) OçFRr& Öt±o0 crçųtFZs? ÇËÉÈ
Artinya: Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah,
Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.[4]
3)
Bani Adam dan
Zuriyah Adam
Bani
Adam dan Zuriyah Adam, maksudnya ialah anak Adam atau keturunan
Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya.[5] Penggunaan istilah banii Aadam dan Zuriyah Adam menunjukkan bahwa
manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis
kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada Adam dalam al-Qur’an oleh
Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga penggunaan kata
ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal
(anta) dan bukan jamak (antum).[6]
4) An-Naas
Manusia
dilihat dari segala permasalahan hidupnya.[7] Kosa kata An-
Naas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk
sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk
saling kenal mengenal “berinterksi”. Hal ini sejalan
dengan teori “strukturalisme” Giddens yang
mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta
prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga merupakan agen
social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk oleh masyarakat
dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.[8]
b.
Manusia Dalam Pandangan
Al-Qur’an
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional
memiliki kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang
kedudukan, perlu diketahui tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia
memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah dan khalifah sebagai utusan
Tuhan dimuka bumi, disini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah
dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dengan disemangati
nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba,
yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penjalan
amanah Tuhan di muka bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi
yang seimbang dan saling berkerjasama dalam rangka memakmurkan bumi. Manusia
dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa
syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam
rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Beberapa hal yang terkait dengan kedudukan
manusia dalam alam semesta menurut al-qur’an adalah sebagai berikut:
1) Manusia Sebagai Khalifah
dimuka bumi
Al-Qur’an
tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau
tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan
untuk mengemban satu tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS. 2 :30).[9]
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù
à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ia dibekali Tuhan
dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke
arah yang lebih baik. M. Quraisy Shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah itu
mencakup dua pengertian :[10]
1)
Orang yang diberi kekuasaan untuk
mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
2)
Khalifah memilki potensi untuk
mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.
Beranjak dari
pemahaman bahwa ada dua unsur sehubungan dengan makna khalifah yakni unsur
intern (mengarah pada hubungan horizontal) yang berkaitan dengan manusia, alam
raya dan antar manusia dengan alam raya. Dan unsur ekstern (kaitannya dengan
hubungan vertical) yaitu penugasan Allah kepada manusia sebagai mandataris
Allah dan pada hakekatnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah
membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak
penciptanya. Tugas kekhalifahan tersebut memang sangat berat. Namun status ini
menunjukkan arah peran manusia sebagai penguasa di bumi atas petunjuk Allah.
Selain itu, dari tugas tersebut menggambarkan bahwa kedudukan manusia selaku
makhluk ciptaan-Nya yang paling mulia.[11]
2) Hamba Allah (Abdul Allah)
Dalam konteks konsep abdul Allah,
manusia harus menyadari betul akan dirinya sebagai abdi. Hal ini berati bahwa
manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada
semua ketentuan pemiliknya, yaitu allah SWT.[12] Kedudukan
sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan
makhluk-makhluk lainnya yang artinya manusia berkewajiban memaknai semua usaha
dan kegiatannya sebagai ikhtiar dan realisasi penghambaan diri kepada Allah termasuk
melalui aktifitas pengelolaan alam raya dengan kekuasaan yang dimilikinya guna
memenuhi kebutuhan hidup.[13]
Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat:56
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS. Adz-Dzariyat
ayat:56)[14]
c.
Implikasi
Manusia Dalam Proses Pendidikan
Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan
akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi),[15]
tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas M. Arifin berpendapat, bahwa proses
pendidikan pada akhirnya berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga
hal yaitu mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head) kedua, mendidik akhlak atau moralitas
yang berkembang dalam hati (heart) dan ketiga, adalah
mendidik kecakapan atau ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada
kemampuan tangan (hand).[16]
Berangkat dari arti penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa
pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang
berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan
menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati
diri bangsa.[17]
Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah raja hidup bagi
setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorang pun yang lahir di
dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala
sesuatu di dunia ini merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi
seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan
manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi. Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan
ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan
juga di berikannya petunjuk (hidayah).
Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk
mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan
yang terarah, teratur serta berkesinambungan yang semuanya merupakan
proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil)
yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl. secara rinci implikasi manusia
dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:[18]
1) Manusia
sebagai orang yang mendidik:
(a)
Menjadikan
Allah sebagai sentral tujuan dan kurikulum pendidikan Islam.
(b)
Menyajikan
materi pendidikan yang diorientasikan agar anak didik mampu mengenal Allah,
mengenal diri sendiri, mengenal alam lingkungan sosial.
(c)
Menyusun
draf-draf materi pelajaran berdasarkan urutan, tingkatan, kemampuan dan
kebutuhannya. Dengan demikian setelah siswa menyelesaikan studinya ia mampu
menempatkan fungsinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk
pengelola alam.
(d)Memberikan materi pelajaran yang harus dibatasi dengan ruang lingkupnya.
(e)
Menjadikan alam sebagai salah satu
sumber ilmu pengetahuan, objek pendidikan, alat pendidikan, serta media
pendidikan,[19]
mengingat manusia adalah pemanfaat dan penjaga kelestarian alam.[20]
(a)
Mengutamakan kesucian hatinya dari
akhlak atau moral yang jelek dan sifat-sifat yang tercela
(b)
Mengurangi kesibukan pikiran dengan
hal keduniaan, karena bilamana kurang konsentrasi, maka sulit mencapai hakikat
ilmu yang dipelajari.
(c)
Harus patuh kepada perintah guru
(d)Hendaknya
mempelajari semua cabang ilmu dan memperhatikan maksud dan tujuannya.
(e)
Tidak boleh mendalami suatu cabang
ilmu yang lebih tinggi, sebelum memahami betul ilmu yang sebelumnya. Karena
ilmu-ilmu itu mempunyai tingkatan sistematis dan sebagian ilmu itu merupakan
jalan atau tangga untuk sapai pada sebagian lainnya.
C.
ANALISIS DAN DISKUSI
1.
Analisis
Sesungguhnya pandangan Al-Qur’an terhadap manusia adalah pandangan yang
menyeluruh, terpadu, seimbang, dan tepat. Manusia bukan hanya berupa wujud
materi sebagaimana pandangan filosof-filosof materialistis. Manusia juga bukan
hanya roh yang terlepas dari raga, manusia menurut Al-Qur’an adalah terdiri
dari jiwa dan raga yang keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
manusia bukanlah seekor binatang yang akan habis riwayatnya dan lenyap hidupnya
setelah ia mati, manusia juga bukanlah makhluk yang paling tinggi dan tidak ada
sesuatu diatasnya namun manusia mempunyai keutamaan dan kelebihan untuk
berfikir, Saifuddin Anshori M.A dalam bukunya “Ilmu, Filsafat Agama” mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk berfikir, berfikir adalah bertanya, bertanya
adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia adalah untuk mencari suatu kebenaran
yang hakiki yaitu kebenaran akan penciptanya, sehingga dengan begitu manusia
akan selalu menjalakan tugas dan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi dan
sebagai hamba Allah. Jika dilihat dari segi kemampuan dasar pedagogis, manusia
dipandang sebagai homo edukandum yaitu makhluk yang harus mendidik dan
dididik. Manusia dapat mendidik dan dapat dididik karena manusia mempunyai
akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan, disamping manusia juga
memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri.
2.
Diskusi
Implikasi
al-insan, al-basyar, bani adam, dan an-naas dalam pendidikan
a.
Implikasi
al-insan dalam pendidikan dilihat dari arti al-insan itu sendiri yang mengarah
pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi, maka dalam hal ini
implikasi konsep al-insan dalam pendidikan adalah berupaya untuk mengajarkan
tentang bagaimana berkreasi dan berinovasi sehingga nantinya manusia dapat
menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian,
ataupun benda-benda ciptaan yang
kemudian melalui kemampuan berinovasi tersebut, manusia mampu merekayasa
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat
menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
b.
Implikasi konsep al-basyar dalam
pendidikan jika dilihat dari artinya adalah kehidupan
manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang
biak, makan dan minum. Sehingga dalam hal ini implikasi konsep al-basyar
dalam pendidikan adalah mengajarkan bagaimana manusia mampu memenuhi kebutuhannya secara benar sesuai tuntunan penciptanya,
yakni dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier selaku makhluk
biologis.
c.
Implikasi konsep bani adam dalam
pendidikan jika dilihat dari artinya adalah konsep
Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada
nilai-nilai kemanusian karena pada dasarnya al- qur’an menjelaskan bahwa
manusia lebih unggul daripada makhluk lain sehingga dalam konteks pendidikan
implikasi konsep bani adam adalah mengajarkan akan anjuran
sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding
makhluk-Nya yang lain, seperti anjuran
untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah. Di antaranya adalah dengan
berpakaian guna manutup auratnya, mengingatkan pada manusia agar jangan
terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran, memanfaatkan
semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkan-Nya.
d.
Implikasi konsep an-naas dalam
pendidikan jika dilihat dari artinya konsep an-naas
pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial, sehingga
dalam hal ini implikasi konsep an-naas dalam pendidikan adalah
mengajarkan bagaimana manusia hidup dilingkungan sosial sekaligus sebagai
makhluk sosial sehingga mampu membentuk pemahaman bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan.
D.
KESIMPULAN
1.
Al-Qur’an
menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan empat macam istilah
yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-basyar kata
basyar mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap.
Bani Adam dan Zuriyah Adam, maksudnya ialah anak Adam atau keturunan
Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya.
Sedangkan an-Naas adalah manusia
jika dilihat dari segala permasalahan hidupnya.
2.
Menelaah kedudukan manusia baik
sebagai khalifah dimuka bumi dan sebagai hamba Allah dalam rangka identifikasi
posisi saja, sesungguhnya kedua posisi tersebut sulit untuk dibedakan secara
tegas. Posisi manusia sebagai khalifah dimuka bumi berkuasa dan bertugas
mengelola alam semesta untuk memenuhi kebutuhan manusia guna melaksanakan
kehidupannya. Posisi manusia sebaga hamba Allah berarti ia berkewajiban
memaknai semua usaha dan kegiatannya sebagai ikhtiar dan realisasi penghambaan
diri kepada Allah, termasuk melalui aktifitas mengelola alam raya dengan kekuasaan
yang dimilikinya guna memenuhi kebutuhan hidup.
3.
Secara singkat implikasi manusia
dalam pendidikan adalah sebagai orang yang mendidik dan sebagai orang yang dapat dididik
DAFTAR RUJUKAN
Abd. Mujib, Muhaimin, 1993, Pemikiran
Pendidikan Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung:
Trigenda Karya
Al-Qur’an Digital20.--------- Al-Qur’an &
Terjemahnya. Rajab 1424 September 2003. Website : http
://geocities.com/al-qur’an indo.
Arifin, 2000, Filsafat
Pendidikan Islam,Cet. VI,
Jakarta: PT Bumi Aksara
El Habeb's,
Najm, Kedudukan manusia dalam alam semesta (kajian filsafat pendidikan),
(http://www.blog.com, diakses pada 14 Oktober
2011
Hadhiri SP,
Choiruddin, 2005, Klasifikasi
Kandungan Al-Qur’an Jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press
Halimsani, filsafat-manusia-siapakah-manusia, (http://www.wordpress.com, Diskses pada 14 Oktober 2011
Ikah Rohilah, hakikat manusia dalam al-Qur’an,
(http://www.wordpress.com, diakses pada
14 Oktober 2011)
Jalaludin, 2001, Teologi
Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam :
Jurnal
Dinamika Islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, (Pusat Pengkajian
Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000)
Muhammad, Abubakar, tt, Membangun Manusia
Seutuhnya Menurut Al-Qur’an, Surabaya: Al-Ikhlas
Paulo freire dalam Pendidikan : Kegelisahan Sepanjang
Zaman (pilihan Artikel basis). Sinhunata (ed), Kanisius, 2001 sebagaimana
dikutip dalam Resensi Amanat, Edisi 84/Februari 2001
Shihab, Quraish, 2001, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas
Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan Media Utama
Shihab, Quraisy, 2003, Membumikan al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Masyarakat”, Bandung:
Mizan, Cet. XXV
Syar’i, Ahmad, 2005, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firda
[1] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan Media Utama, 2001) 280
[2] Jalaludin, Teologi Pendidikan (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada 2001) 21
[3] Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i
Atas Pelbagai Persoalan Umat 278-279
[4] Al-Qur’an Digital20.--------- Al-Qur’an &
Terjemahnya. Rajab 1424 September 2003. Website : http
://geocities.com/al-qur’an indo.
[5]
Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i
Atas Pelbagai Persoalan Umat , 278
[6]
Ikah Rohilah, hakikat manusia dalam al-Qur’an,
(http://www.wordpress.com, diakses pada
14 Oktober 2011)
[7]
Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi
Kandungan Al-Qur’an Jilid 1 (Jakarta: Gema Insani Press 2005) 56
[8] Najm El habeb’s, Kedudukan
Manusia Dalam Alam Semesta (Kajian Filsafat Pendidikan), (http://www.blogspot.com, diakses pada 14 Oktober
2011)
[9]Halimsani, filsafat-manusiasiapakah-manusia (http://www.wordpress.com, Diskses pada 14 Oktober
2011
[10] M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat” ( Bandung:
Mizan Cet. XXV 2003) 158
[11] Najm El Habeb's blog.html, loc.cit,
diakses pada 14 Oktober 2011
[12] Ibid.,
[13] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
Pustaka Firdaus 2005) 13-14
[14] Al-Qur’an Digital 20
[15] Paulo freire dalam Pendidikan : Kegelisahan Sepanjang
Zaman (pilihan Artikel basis). Sinhunata (ed), Kanisius, 2001 sebagaimana
dikutip dalam Resensi Amanat, Edisi 84/Februari 2001 16
[16] Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam Cet.
VI (Jakarta: PT Bumi Aksara 2000) 57
[17] Karnadi Hasan, “Konsep Pedidikan Jawa” dalam
: Jurnal Dinamika Islam dan Budaya Jaw No 3 tahun 2000 (Pusat Pengkajian
Islam Strategis IAIN Walisongo 2000) 29
[18]Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan
Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya
1993) 76
[19]
Ibid., 67
[20] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 13
[21] Abubakar Muhammad, Membangun Manusia
Seutuhnya Menurut Al-Qur’an (Surabaya: Al-Ikhlas tt) 212-213
KingS128
BalasHapusKingS1288
KingS128 Joker
Link Alternatif KingS128 :
www.kings128.asia
Kami Merupakan Situs Mix Parlay Yang Menyediakan Banyak Macam Jenis Permainan Antara Lain :
Parlay 2 Tim
Parlay Bola Jalan
Parlay 2 Tim
Situs Bola Jalan
Agen Bola Jalan
Casino SBOBET Online
Agen M88
BalasHapusM88 Bola
M88 Indonesia
M88 Resmi
M88 Asia
tribun855.weebly.com
astonbet88.weebly.com
Parlay Minimal Bet 1000
Prediksi Bola Jitu