Kamis, 23 Agustus 2012

jender dalam perspektif al-Qur'an"Nashiruddin Umar"


A.  PENDAHULUAN

Pembahasan menganai jender memang sudah sangat banyak dibicarakan ditegah-tengah masyarakat kita, akan tetapi banyak hal yang harus difahami bahkan dipelajari tentang hal ini, karena keasalahan dalam memaknai kata “jender” akan menimbulkan permasalahan yang besar dan yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat kita adalah adanya diskriminasi. Hal ini karena minim pengetahuan dan pemahaman akan konsep jender yang sebenarnya.
Pada dasarnya perbedaan laki-laki dan perempuan memang masih menyimpan beberapa masalah, baik dari segi substansi kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (seks) melahirkan seperangkat konsep budaya terhadap perbedaan jenis kelamin, inilah yang disebut jender.[1]   
Perbedaan secara genetis antara laki-laki dan perempuan perlu dibahas lebih cermat dan hati-hati, karena kesimpulan yang keliru mengenai hal ini tidak hanya akan berdampak pada persoalan sains semata, tetapi juga mempunyai dampak lebih jauh kepada persoalan asasi manusia.[2]   
Dalam tulisannya Nasaruddin Umar berupaya untuk mengungkap perspektif jender didalam Al-Qur’an, dengan fokus perhatian kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang bernuansa jender. Langkah-langkah yang ditempuh ialah ayat-ayat jender diidentifikasi kemudian dianalisa secara mendalam tentang konsep, peran dan relasi jender, penelitian ini tidak dibatasi pada kajian teks, melainkan diupayakan untuk memperhatikan beberapa variabel yang berhubungan dengan teks.[3] Dengan hadirnya tulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dan wawasan pengetahuan tentang jender dalam konsep islam khususnya dalam pandangan al-Qur’an .
B.  PEMBAHASAN
1.    Langkah-Langkah Penelitian Yang Dilakukan Oleh Nasaruddin Umar
a.      Menentukan Batasan Istilah Dan Ruang Lingkup Penelitian
Judul disertasi ini adalah: Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud “perspektif” ialah wawasan atau sudut pandang seperti yang disebutkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, sedangkan pengertian jender didalam tulisan ini diartikan sebagai interpretasi secara kultural terhadap perbedaan jenis kelamin atau harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.[4]  Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian tekstual terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan jender. Untuk memperoleh gambaran utuh tentang perspektif jender dalam Al-Qur’an, maka latar belakang sejarah dan kondisi obyektif timur tengah tempat Al-Qur’an diturunkan dibahas secara khusus, namun informasi yang dikumpulkan tidak berdasarkan penelitian lapangan, tetapi melalui penelitian literatur-literatur standar yang berhubungan dengan masyarakat Timur Tengah, khususnya kawasan Jazirah Arab.[5]     
b.   Menentukan Rumusan Masalah
Yang menjadi masalah pokok dalam karya ilmiah yang ditulis oleh Nasaruddin Umar adalah “bagaimana sebenarnya perspektif jender dalam al-Qur’an”. Sedangkan sub-sub yang didalami dari masalah pokok tersebut adalah; bagaimana al-Qur’an memposisikan faktor biiologis dan faktor non biologis dalam kaitan perbedaan laki-laki dan perempuan, bagaimana memahami ayat-ayat gender yang diturunkan dalam satu kurun waktu dan lingkup budaya tertentu, dan metode apa yang lebih relevan digunakan dalam memahami ayat-ayat tersebut.[6]
c.    Kerangka Teori
Penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar dengan judul “Perspektif Jender Dalam al-Qur’an” merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk membahas masalah jender dalam pandangan al-Qur’an yang tidak hanya memfokuskan penelitiannya pada aspek teoritis maupun historis saja, akan tetapi Nasaruddin Umar juga mengkajinya melalui beberapa aspek baik dari aspek, Al-Qur’an, asbabun nuzul, tafsir, dan tata bahasa. Oleh sebab itu Nasaruddin Umar mencoba mengembangkan kajian tentang jender karena dinilai belum pernah ada karya yang membahas wawasan jender secara khusus dalam perspektif al-Qur’an, padahal ayat-ayat al-Qur’an mengandung konsepsi tertentu yang berhubungan dengan jender yang menarik untuk dikembangkan.[7]            
d.   Alasan Memilih Persoalan Pokok
Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya perempuan, nilai-nilai masih sering dianggap sebagai kendala. Tidak jarang ayat-ayat al-Qur’an dijadikan alasan untuk menolak gagasan kesetaraan jender, karena memang ada sejumlah ayat yang potensial untuk dijadikan alasan untuk itu. Menurut penelitian literatur penulis, belum pernah ada karya kusus yang membahas wawasan jender dalam al-Q ur’an, padahal ayat-ayat al-Qur’an mengandung konsepsi tertentu yang berhubungan dengan jender yang menarik untuk dikembangkan. Al-Qur’an juga secara nyata telah mengupayakan peningkatan harkat dan martabat perempuan, dari keadaan hampir tidak mempunyai hak-hak individu sampai kepada tingkat yang setara dengan laki-laki.[8]     
e.    Tujuan Penelitian
Dari alasan memilih persoalan pokok diatas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar adalah sebagai berikut:
1)   Mengidentifikasi ayat-ayat jender didalam al-Qur’an
2)   Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam konsepsi jender dalam al-Qur’an
3)   Mendeskripsikan konsepsi peran dan relasi jender menurut al-Qur’an
4)   Menemukan penyelesaian terhadap persoalan konseptual antara nilai-nilai lokal dan universal al-Qur’an yang berhubungan dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
5)   Diharapkan karya ini dapat menjadi bahan rujukan bagi seseorang yang akan meneliti lebih lanjut konsepsi-konsepsi yang berhubungan dengan relasi jender didalam al-Qur’an.[9]
f.     Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh Nasaruddin Umar dalam Disertasinya yang berjudul “perspektif gender dalam al-Qur’an” adalah dengan menggunakan jenis penelitian perpustakaan (library research).[10]
g.    Obyek Penelitian
Obyek utama penelitian adalah mushaf Al-Qur’an, mushaf yang digunakan ialah al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Usmani, terjemahan yang digunakan adalah terjemahan Departemen agama RI, kecuali dibeberapa tempat dikombinasikan dengan terjemahan yang ada dalam The Holy Qur’an, adapun kitab tafsir yang dijdikan rujukan utama ialah: Tafsir al-Manar, Tafsir ibn Kasir, Tafsir al-Razi, Jami’ al Ahkam al qur’an, Jami’ al Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an, Tafsir al Maraghi, Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Munir li ma’alim al-Tanzil, dan al-Mizan fi tafsir al-qur’an. Disamping itu digunakan kitab tafsir lain sebagai bahan perbandingan, seperti Tafsiral-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi wujuh al-Tanwil, TafsirRuh al-Bayan, Tafsir al-Bahr al-Muhit. Adapun kitab tafsir yang sangat membantu penulis adalah, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an,Mu’jam mufradat Alfaz al-Qur’an. Yang tidak kalah pentingnya adalah CD-ROM Al-Qur’andan CD-ROM hadis, untuk sumber lain seperti sejarah klasik timur tengah dan konsep jender diupayakan memilih literatur standar asli, kecuali ada buku terjemahan bahasa Indonesia yang terpaksa digunakan penulis karena sulit melacak buku aslinya.[11]  
h.   Pendekatan penelitian
Mengingat obyek penelitian adalah ayat-ayat al-Qur’an maka pendekatan utama yang digunakan adalah pendekatan ilmu tafsir dengan metode tahlili dan maudu’i.[12]
i.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah metode deduktif dan induktif. Metode deduktif yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang bersifat umum lalu prinsip-prinsip tersebut diterapkan kepada persoalan-persoalan yang lebih khusus. Sedangkan metode induktif digunakan untuk menganalisis persoalan-persoalankhusus lalu merangkainya menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.[13]

2.    Hasil Penelitian
a.    Bab IV (Identitas Jender Dalam AL-Qur’an)
Identitas jender dalam Al-Qur’an dapat dipahami melalui simbol dan bentuk jender yang digunakan didalamnya. Dalam tulisannya Nasaruddin Umar tidak membahas secara detail mengenai unsur kebahasaannya, tetapi Nasaruddin Umar memfokuskan pada istilah-istilah yang sering digunakan Al-Qur’an dalam mengungkapkan jender seseorang. Dalam mengungkap jender seseorang, Nasaruddin Umar menelisik istilah-istilah jender yang sering digunakan dalam Al-Qur’an yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 
1)   Mengungkapkan jender seseorang dengan menggunakan istilah yang menunjuk kepada laki-laki dan perempuan.
Kata yang digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjuk pada laki-laki dan perempuan adalah dengan menggunakan kata, al-Rijal (laki-laki) dan al-Nisa’(perempuan), al-Zakar dan al-Unsa (pengertian laki-laki dan perempuan yang lebih berkonotasi pada persoalan biologis atau seks), al-Imru’ dan al-Mar’ah (laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dan mempunyai kecakapan bertindak atau yang sudah berrumah tangga).[14] 
2)   Mengungkapkan jender seseorang dengan menggunakan gelar status yang berhubungan dengan jenis kelamin.
Suami (al-zauj) dan isteri (al-zaujah), Ayah (al-‘Ab) dan Ibu (al-‘Umm), Anak laki-laki (al-Ibn) dan anak perempuan (al-Bint).[15]
3)   Mengungkapkan jender seseorang dengan menggunakan kata ganti yang berkaitan dengan jenis kelamin
Yaitu dengan menggunakan, kata ganti orang pertama (dhamir mutakallim), kata ganti orang kedua (dhamir mukhattab),kata ganti orang ketiga (ghaib).[16]
4)   Mengungkapkan jender seseorang dengan menggunakan kata sifat disandarkan pada bentuk Muzakkar dan Mu’annas
Yang dimaksud kata sifat disini ialah sifat-sifat tertentu yang disandarkan pada seseorang. Seperti kata muslimun, muslimat, dan seterusnya. Dalam penggunaan kata-kata semacam ini terkadang Al-Qur’an menggunakan kedua identitas jender secara bersamaan dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya, dan terkadang pula hanya disebutkan salah satu diantaranya yaitu hanya menggunakan bentuk mudzakkar, namun dimaksudkan juga mengikat jenis mu’annas.[17]

b.   Bab V (Tinjauan Kritis Terhadaap Konsep Jender Dalam al-Qur’an)
1)   Asal-Usul Dan Substansi Kejadian Manusia
a)    Asal-usul manusia sebagai makhluk biologis, sebagaimana makhluk biologis lainnya manusia berasal usul dari air, artinya air adalah unsur penting dalam kehidupan setiap makhluk biologis termasuk manusia, tanpa air tidak dibayangkan adanya kehidupan karena semua makhluk biologis membutuhkan air. Dari sini dapat dilihat bahwa tidak ada persoalan antara laki-laki dan perempuan karena asal-usul kejadian makhluk biologis tersebut secara genetika tidak dibedakan. Laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama.[18]
b)   Asal-usul spesies manusia pertama, Manusia sebagai sebagai spesies makhluk biologis, asal-usulnya berasal dari tanah. Dalam kaitannya dengan jender tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan karena keduanya dinyatakan dalam sumber yang sama dan dalam mekanisme yang sama. Tidak terdapat perbedaan secara substansial dan secara struktural antara keduanya.[19] 
c)    Asal-usul reproduksi manusia, proses kelanjutan dan perkembangan manusia yang biasa disebut reproduksi, dalam proses reproduksi juga tidak ditemukan perbedaan secara khusus antara laki-laki dan perempuan, dalam proses mekanisme biologis pun juga tidak ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian proses dan mekanisme biologis tidak bisa dijadikan alasan untuk menonjolkan atau mengistimewakan salah satu jenis kelamin.[20]
d)   Substansi manusia, terdapat beberapa istilah yang dapat dianggap sebagai substansi kejadian manusia, yaitu air, cairan, dan berbagai jenis tanah. Menurut Al-Razi jenis-jenis tanah sebagai substansi kejadian manusia tidak bertentangan antara satu dengan lainnya, tetapi jenis-jenis tanah itu disebutkan sesuai dengan proses penciptaan manusia. Adapun penyebutan jenis air seperti mani yang ditumpahkan atau cairan mani yang bercampur, merupakan asal-usul reproduksi manusia sebagai anak cucu Adam.[21]






2)   Prinsip-Prinsip Kesetaraan Jender
Terdapat beberapa standar yang digunakan oleh Nasaruddin Umar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan jender diantaranya adalah:
a)    Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba Allah, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya mempunyai potensi dan peluang ang sama untuk menjadi hamba yang ideal.[22]
b)   Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah dimuka bumi
Kata khalifah disini tidak menunjuk pada slah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu, laki-laki dan perempuan mempunyai tugas yang sama sebagai khalifah yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.[23]
c)    Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan memerima perjanjian primordial dengan tuhan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[24]
d)   Laki-laki dan perempuan terlibat secara aktif dalam drama kosmis
Laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam drama kosmis, dan sebagai pelaku bagaimana keduanya mampu bertanggung jawab terhadap drama kosmis tersebut. Sebagaimana Al-Qur’an menceritakan kisah Adam dan Hawa.[25]
e)    Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan baik dalam bidang spiritual maupun karir profesional.[26]
3)   Bias Jender Dalam Pemahaman Teks
Dalam menganalisa sebuah teks, baik teks al-Qur’an ataupun teks naskah-naskah lainnya ada beberapa pertanyaan yang perlu diperhatikan antara lain, dari mana teks itu diperoleh, bagaimana autentitas dan orisinilitas teks itu, teks aslinya dari bahasa apa, dan seterusnya. Karena dalam memahami sebuah teks seseorang pengkaji dituntut untuk memiliki wawawsan semantis dan hermeneutis yang memadai karena jika tidak maka kekeliruan ganda bisa membayangi sang pengkaji dan akan menghasilkan pemahaman yang tidak jelas. Bias jender dalam penafsiran teks dapat ditelusuri didalam beberapa faktor, sebagai berikut:[27]
a)    Melakukan penelususran terhadap pembakuan tanda huruf, tanda baca, dan qiraat
b)   Melakukan penelususran terhadap pengertian kosa kata (mufradat)
c)    Melakukan penelususran terhadap penetapan rujukan kata ganti (dhamir)
d)   Melakukan penelususran terhadap penetapan batas pengecualian (istisna’)
e)    Melakukan penelususran terhadap penetapan arti huruf ‘atf
f)    Melakukan penelususran terhadap struktur bahasa arab
g)   Melakukan penelususran terhadap kamus bahasa arab
h)   Melakukan penelususran terhadap metode tafsir
i)     Melakukan penelususran terhadap pengaruh riwayat israiliyyat (cerita-cerita yang bersumber dari agama samawi sebelum islam seperti agama Yahudi dan Nasrani )
j)     Melakukan penelususran terhadap pembukuan dan pembakuan kitab-kitab fikih.




C.  ANALISIS DAN DISKUSI
1.    Analisis
Pembahasan yang komprehensif mengenai jender memang sangat perlu untuk dijadikan sebagai sebuah wacana dan pelengkap wawasan pengetahuan kita tentang hal itu. Mengingat banyak sekali paradigma yang salah terkait dengan pemaknaan kata “jender”.
Karya Nasaruddin Umar ini merupakan salah satu inovasi baru dalam dunia penelitian jender, dimana penulis telah mengkaji jender dari aspek-aspek yang belum pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya. Dalam penelitiannya Nasaruddin Umar menjadikan ayat-ayat al-Qur’an sebagai objek utama penelitiannya dengan menggunakan pendekatan ilmu tafsir melalui metode tahlili dan maudu’i dengan mengangkat judul “Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an”.
Kelebihan dari karya ini adalah mampu memberikan wawasan dan pemahaman baru tentang perspektif jender dalam Al-Qur’an. Sehingga baik laki-laki maupun perempuan mampu menempatkan diri sebagaimana mestinya tanpa menganggap salah satu diantaranya yang paling unggul. 
Dalam hal penulisan memang dinilai sangat komprehensif, namun penulis tidak memberikan penjelasan dalam setiap kutipan yang ditulisnya terutama pada bab IV dan V, karena pada bab-bab ini sangat penting sekali sehingga sangat diperlukan adanya penjelasan yang lebih detail, agar nantinya tidak rentan menimbulkan suatu pemahaman yang berbeda antara penulis dan pembaca.

2.    Diskusi
a.    Bagaimana Nasaruddin Umar memaknai jender?
Nasaruddin Umar melihat bahwa setiap kata dalam al-Qur'an tidak hanya mempunyai makna literal. Dalam disertasinya Nasaruddin Umar  mendapati ketika pengungkapan laki-laki dan perempuan dari segi biologis maka al-Qur'an menggunakan al-zakr dan al-unsa. Sementara dari segi beban sosial seringkali menggunakan istilah al-rajul/al-rijal dan al-mar'ah alnisa'. Dari sini cukup jelas sekali bahwa perbedaan-perbedaan laki-laki dan perempuan tidaklah menjadi justification dan menolak jika perempuan lebih unggul dari laki-laki. Maka bisa saja seseorang yang secara biologis dikategorikan sebagai perempuan, tetapi dari sudut gender dapat berperan sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. Dengan kapasitas intelektual yang dimiliki, suatu keniscayaan bagi perempuan menjadi yang lebih unggul dari laki-laki (menjadi pemimpin). Dengan demikian konsep dan manifestasi dari relasi gender lebih dinamis. Jadi pada intinya antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi, sama-sama memiliki tanggung jawab sebagai hamba allah, dan sama-sama memiliki peluang untuk berprestasi dalam bidang apapun sehingga tidak ada diskriminasi antara keduanya.
b.    Bagaimana paradigma berfikir gagasan jender yang cenderung menomerduakan perempuan sedangkan laki-laki selalu berada pada posisi yang lebih tinggi dari perempuan?
Satu hal yang perlu diingat bahwa paradigma yang ada ditengah masyarakat tidak selamanya benar, apa yang difikirkan oleh sebagian masyarakat tentang suatu hal belum tentu ada nilai kebenarannya bahkan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Menanggapi paradigma yang ada dimasyarakat jawaban yang paling tepat kita kembalikan kepada al-Qur’an sebagai sumber yang paling pokok. Pada dasarnya al-Qur’an telah menjelaskan bahwa tidak ada yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, Allah menciptakan semua manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan porsi yang tidak berbeda (sama). Mereka sama-sama diberi potensi yang dengan potensinya itu mereka dapat berprestasi dalam bidang apapun sehingga dalam hal ini adakalanya perempuan lebih unggul daripada laki-laki begitupun sebaliknya. Disamping itu laki-laki dan perempuan juga memiliki tanggung jawab yang sama yaitu selaku khalifah fil ard sekaligus sebagai hamba Allah. Hanya saja jika dilihat dari aspek sosial memang antara laki-laki dan perempuan memiliki taggung jawab kemanusiaan yang berbeda dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga tidak benar jika kita memaknaihal tersebut dengan mengartikan bahwa perempuan selalu dibawah dan laki-laki selalu diatas (menjadi pemimpin).   
c.       Bagaimana mengubah paradigma yang ada?
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengubah paradigma yang telah meradang di masyarakat kita saat ini. Diantaranya adalah bisa dolakukan dengan cara: Pertama, melakukan sosialisasi yang intens terkait dengan wawasan jender, karena memang kita lebih senang menerima berita-berita yang kurang jelas kebenarannya sedangkan kita miskin akan pengetahuan tentang hal itu, sehingga kegiatan sosilisasi seperti ini sangat perlu untuk dilakukan guna mengubah paradigma yang ada dimasyarakat. Kedua, memberikan pengetahuan yang cukup tentang jender sejak dini, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat ataupun yang lainnya. Sehingga pada saatnya nanti tidak ada lagi pemahaman-pemahaman yang keliru atau yang salah dalam memaknai jender, dan tidak akan ada diskriminasi lagi antara laki-laki dan perempuan hanya karena salah memaknai kata.
























D.  KESIMPULAN
Melalui penelitiannya Nasaruddin umar mencoba mengungkap fenomena jender yang selama ini terkesan simpang siur dan hanya memihak pada salah satu diantara laki-laki dan perempuan, yaitu dengan cara melakukan penelitian jender melalui ayat-ayat Al-qur’an. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar adalah sebagai upaya untuk memberikan gambaran umum tentang jender dalam perspekti Al-Qur’an.
Adapun hasil penelitian dari Nasaruddin Umar, khususnya pada bab IV dan bab V yaitu:
1.    Membahas secara khusus identitas jender dalam Al-Qur’an, yang meliputi simbol-simbol jender, analisa penggunaan kata ganti (dhamir) dan penggunaan kata sifat yang disandarkan pada mudzakkar dan mu’annas.
2.     Tinjauan kritis terhadap relasi jender dalam Al-Qur’an, dengan menganalisis asal-usul, fungsi dan tujuan penciptaan manusia. Orientasi relasi jender juga dibahas dalam bab ini dengan melakukan tinjauan kritis terhadap peranlaki-laki dan perempuan.










LAMPIRAN

1.    Biografi Penulis
Nasaruddin Umar lahir di Ujung-Bone, pada 23 Juni 1959. Pengalaman pendidikannya dimulai dari SDN Ujung-Bone pada 1970, madrasah Ibtidaiyyah 6 tahun di pesantren As’adiyah sengkang pada 1971, dilanjutkan dengan PGA 4 tahun pada 1974 dan PGA 6 tahun pada 1976 dipesantren yang sama, selanjutnya menempuh pendidikan sarjana muda di fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Paandang pada 1980, dan sarjana lengkap diuniversitas yang sama pada 1984, tidak cukup selesai disitu Nasaruddin Umar juga mengambil pendidikan analisis dampak lingkungan (AMDAL) masih diuniversitas yang sama. Dilanjutkan dengan progran S2 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1990, dan S3 pada Universitas yang sama pula pada tahun 1993. Visiting student di Mc.Gill University dan Di Leiden University pada 1993 dan 1994 serta mengikuti sandwich program di Paris University pada 1995.

2.    Karya-karya ilmiah yang pernah ditulis
Beberapa karya ilmiah yang pernah ditulis oleh Nasaruddin Umar adalah terkait dengan risalah, skripsi, diktat dan buku yang semuanya berjumlah 17 karya ilmiah. Sedangkan karya publikasi dalam jurnal, majalah, surat kabar, dan tabloid sebanyak 18 buah karya tulis. Selain itu juga ada beberapa makalah yang ditulis oleh Nasaruddin Umar dengan berbagai tema sejumlah 32 makalah.  



 




[1] Nasaruddin Umar, Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an, Disertasi, Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999, 1
[2] Ibid., 2
[3] Ibid., 8
[4] Ibid., 18-19
[5] Ibid., 19
[6] Ibid., 20
[7] Ibid., 26
[8] Ibid.,
[9] Ibid., 27
[10] Ibid.,
[11] Ibid., 27-33
[12] Ibid., 32
[13] Ibid., 35
[14] Ibid., 151-175
[15] Ibid., 177-192
[16] Ibid., 195-199
[17] Ibid., 200-201
[18] Ibid.,  207-210
[19] Ibid., 210-213
[20] Ibid., 213-215
[21] Ibid., 215-218
[22] Ibid., 240
[23] Ibid., 244
[24] Ibid., 244-245
[25] Ibid., 250-251
[27] Ibid., 257-227

1 komentar: