A.
PENDAHULUAN
Pembahasan menganai jender memang
sudah sangat banyak dibicarakan ditegah-tengah masyarakat kita, akan tetapi
banyak hal yang harus difahami bahkan dipelajari tentang hal ini, karena
keasalahan dalam memaknai kata “jender” akan menimbulkan permasalahan
yang besar dan yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat kita adalah
adanya diskriminasi. Hal ini karena minim pengetahuan dan pemahaman akan konsep
jender yang sebenarnya.
Pada dasarnya perbedaan laki-laki
dan perempuan memang masih menyimpan beberapa masalah, baik dari segi substansi
kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi biologis
antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu
menimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis
(seks) melahirkan seperangkat konsep budaya terhadap perbedaan jenis kelamin,
inilah yang disebut jender.[1]
Perbedaan
secara genetis antara laki-laki dan perempuan perlu dibahas lebih cermat dan
hati-hati, karena kesimpulan yang keliru mengenai hal ini tidak hanya akan
berdampak pada persoalan sains semata, tetapi juga mempunyai dampak lebih jauh
kepada persoalan asasi manusia.[2]
Dalam
tulisannya Nasaruddin Umar berupaya untuk mengungkap perspektif jender didalam
Al-Qur’an, dengan fokus perhatian kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang bernuansa
jender. Langkah-langkah yang ditempuh ialah ayat-ayat jender diidentifikasi
kemudian dianalisa secara mendalam tentang konsep, peran dan relasi jender,
penelitian ini tidak dibatasi pada kajian teks, melainkan diupayakan untuk
memperhatikan beberapa variabel yang berhubungan dengan teks.[3] Dengan
hadirnya tulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dan wawasan
pengetahuan tentang jender dalam konsep islam khususnya dalam pandangan
al-Qur’an .
B.
PEMBAHASAN
1.
Langkah-Langkah
Penelitian Yang Dilakukan Oleh Nasaruddin Umar
a.
Menentukan Batasan
Istilah Dan Ruang Lingkup Penelitian
Judul
disertasi ini adalah: Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud
“perspektif” ialah wawasan atau sudut pandang seperti yang disebutkan dalam
kamus besar bahasa Indonesia, sedangkan pengertian jender didalam tulisan ini
diartikan sebagai interpretasi secara kultural terhadap perbedaan jenis kelamin
atau harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.[4] Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada
kajian tekstual terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan jender. Untuk
memperoleh gambaran utuh tentang perspektif jender dalam Al-Qur’an, maka latar
belakang sejarah dan kondisi obyektif timur tengah tempat Al-Qur’an diturunkan
dibahas secara khusus, namun informasi yang dikumpulkan tidak berdasarkan
penelitian lapangan, tetapi melalui penelitian literatur-literatur standar yang
berhubungan dengan masyarakat Timur Tengah, khususnya kawasan Jazirah Arab.[5]
b.
Menentukan
Rumusan Masalah
Yang menjadi masalah pokok dalam karya ilmiah
yang ditulis oleh Nasaruddin Umar adalah “bagaimana sebenarnya perspektif
jender dalam al-Qur’an”. Sedangkan sub-sub yang didalami dari masalah pokok
tersebut adalah; bagaimana al-Qur’an memposisikan faktor biiologis dan faktor
non biologis dalam kaitan perbedaan laki-laki dan perempuan, bagaimana memahami
ayat-ayat gender yang diturunkan dalam satu kurun waktu dan lingkup budaya
tertentu, dan metode apa yang lebih relevan digunakan dalam memahami ayat-ayat
tersebut.[6]
c.
Kerangka Teori
Penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar
dengan judul “Perspektif Jender Dalam al-Qur’an” merupakan salah satu
usaha yang dilakukan untuk membahas masalah jender dalam pandangan al-Qur’an
yang tidak hanya memfokuskan penelitiannya pada aspek teoritis maupun historis
saja, akan tetapi Nasaruddin Umar juga mengkajinya melalui beberapa aspek baik
dari aspek, Al-Qur’an, asbabun nuzul, tafsir, dan tata bahasa. Oleh sebab itu
Nasaruddin Umar mencoba mengembangkan kajian tentang jender karena dinilai
belum pernah ada karya yang membahas wawasan jender secara khusus dalam perspektif
al-Qur’an, padahal ayat-ayat al-Qur’an mengandung konsepsi tertentu yang
berhubungan dengan jender yang menarik untuk dikembangkan.[7]
d.
Alasan Memilih
Persoalan Pokok
Dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya perempuan, nilai-nilai masih sering dianggap
sebagai kendala. Tidak jarang ayat-ayat al-Qur’an dijadikan alasan untuk
menolak gagasan kesetaraan jender, karena memang ada sejumlah ayat yang
potensial untuk dijadikan alasan untuk itu. Menurut penelitian literatur
penulis, belum pernah ada karya kusus yang membahas wawasan jender dalam al-Q ur’an, padahal ayat-ayat al-Qur’an mengandung
konsepsi tertentu yang berhubungan dengan jender yang menarik untuk
dikembangkan. Al-Qur’an juga secara nyata telah mengupayakan peningkatan harkat
dan martabat perempuan, dari keadaan hampir tidak mempunyai hak-hak individu
sampai kepada tingkat yang setara dengan laki-laki.[8]
e.
Tujuan
Penelitian
Dari alasan memilih persoalan pokok diatas,
maka tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar adalah sebagai
berikut:
1)
Mengidentifikasi ayat-ayat jender
didalam al-Qur’an
2)
Mendeskripsikan faktor-faktor yang
berpengaruh dalam konsepsi jender dalam al-Qur’an
3)
Mendeskripsikan konsepsi peran dan
relasi jender menurut al-Qur’an
4)
Menemukan penyelesaian terhadap
persoalan konseptual antara nilai-nilai lokal dan universal al-Qur’an yang
berhubungan dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
5)
Diharapkan karya ini dapat menjadi
bahan rujukan bagi seseorang yang akan meneliti lebih lanjut konsepsi-konsepsi
yang berhubungan dengan relasi jender didalam al-Qur’an.[9]
f.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan oleh Nasaruddin Umar dalam Disertasinya yang berjudul
“perspektif gender dalam al-Qur’an” adalah dengan menggunakan jenis
penelitian perpustakaan (library research).[10]
g.
Obyek
Penelitian
Obyek utama penelitian adalah
mushaf Al-Qur’an, mushaf yang digunakan ialah al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm
al-Usmani, terjemahan yang digunakan adalah terjemahan Departemen agama RI,
kecuali dibeberapa tempat dikombinasikan dengan terjemahan yang ada dalam The
Holy Qur’an, adapun kitab tafsir yang dijdikan rujukan utama ialah: Tafsir
al-Manar, Tafsir ibn Kasir, Tafsir al-Razi, Jami’ al Ahkam al qur’an, Jami’ al
Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an, Tafsir al Maraghi, Tafsir Ayat al-Ahkam min
al-Qur’an, Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Munir li ma’alim al-Tanzil, dan al-Mizan
fi tafsir al-qur’an. Disamping itu digunakan kitab tafsir lain sebagai
bahan perbandingan, seperti Tafsiral-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun
al-Aqawil fi wujuh al-Tanwil, TafsirRuh al-Bayan, Tafsir al-Bahr al-Muhit. Adapun
kitab tafsir yang sangat membantu penulis adalah, al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfaz al-Qur’an,Mu’jam mufradat Alfaz al-Qur’an. Yang tidak kalah
pentingnya adalah CD-ROM Al-Qur’andan CD-ROM hadis, untuk sumber lain seperti
sejarah klasik timur tengah dan konsep jender diupayakan memilih literatur
standar asli, kecuali ada buku terjemahan bahasa Indonesia yang terpaksa
digunakan penulis karena sulit melacak buku aslinya.[11]
h.
Pendekatan
penelitian
Mengingat obyek penelitian adalah ayat-ayat
al-Qur’an maka pendekatan utama yang digunakan adalah pendekatan ilmu tafsir
dengan metode tahlili dan maudu’i.[12]
i.
Teknik Analisis
Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah
metode deduktif dan induktif. Metode deduktif yaitu metode yang digunakan untuk
menganalisis data yang bersifat umum lalu prinsip-prinsip tersebut diterapkan
kepada persoalan-persoalan yang lebih khusus. Sedangkan metode induktif
digunakan untuk menganalisis persoalan-persoalankhusus lalu merangkainya
menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.[13]
2.
Hasil
Penelitian
a.
Bab IV
(Identitas Jender Dalam AL-Qur’an)
Identitas jender dalam Al-Qur’an
dapat dipahami melalui simbol dan bentuk jender yang digunakan didalamnya.
Dalam tulisannya Nasaruddin Umar tidak membahas secara detail mengenai unsur
kebahasaannya, tetapi Nasaruddin Umar memfokuskan pada istilah-istilah yang
sering digunakan Al-Qur’an dalam mengungkapkan jender seseorang. Dalam
mengungkap jender seseorang, Nasaruddin Umar menelisik istilah-istilah jender
yang sering digunakan dalam Al-Qur’an yang dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1)
Mengungkapkan jender seseorang
dengan menggunakan istilah yang menunjuk kepada laki-laki dan perempuan.
Kata yang digunakan dalam al-Qur’an
untuk menunjuk pada laki-laki dan perempuan adalah dengan menggunakan kata,
al-Rijal (laki-laki) dan al-Nisa’(perempuan), al-Zakar dan al-Unsa (pengertian
laki-laki dan perempuan yang lebih berkonotasi pada persoalan biologis atau
seks), al-Imru’ dan al-Mar’ah (laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dan
mempunyai kecakapan bertindak atau yang sudah berrumah tangga).[14]
2)
Mengungkapkan jender seseorang
dengan menggunakan gelar status yang berhubungan dengan jenis kelamin.
Suami (al-zauj) dan isteri
(al-zaujah), Ayah (al-‘Ab) dan Ibu (al-‘Umm), Anak laki-laki (al-Ibn) dan
anak perempuan (al-Bint).[15]
3)
Mengungkapkan jender seseorang
dengan menggunakan kata ganti yang berkaitan dengan jenis kelamin
Yaitu dengan menggunakan, kata
ganti orang pertama (dhamir mutakallim), kata ganti orang kedua (dhamir
mukhattab),kata ganti orang ketiga (ghaib).[16]
4)
Mengungkapkan jender seseorang
dengan menggunakan kata sifat disandarkan pada bentuk Muzakkar dan
Mu’annas
Yang dimaksud kata sifat disini
ialah sifat-sifat tertentu yang disandarkan pada seseorang. Seperti kata muslimun,
muslimat, dan seterusnya. Dalam penggunaan kata-kata semacam ini terkadang
Al-Qur’an menggunakan kedua identitas jender secara bersamaan dalam
menyampaikan perintah dan larangan-Nya, dan terkadang pula hanya disebutkan
salah satu diantaranya yaitu hanya menggunakan bentuk mudzakkar, namun
dimaksudkan juga mengikat jenis mu’annas.[17]
b.
Bab V
(Tinjauan Kritis Terhadaap Konsep Jender Dalam al-Qur’an)
1)
Asal-Usul Dan
Substansi Kejadian Manusia
a)
Asal-usul manusia sebagai makhluk
biologis, sebagaimana makhluk biologis lainnya manusia berasal usul dari
air, artinya air adalah unsur penting dalam kehidupan setiap makhluk biologis
termasuk manusia, tanpa air tidak dibayangkan adanya kehidupan karena semua
makhluk biologis membutuhkan air. Dari sini dapat dilihat bahwa tidak ada
persoalan antara laki-laki dan perempuan karena asal-usul kejadian makhluk
biologis tersebut secara genetika tidak dibedakan. Laki-laki dan perempuan
diciptakan dari unsur yang sama.[18]
b)
Asal-usul spesies manusia pertama, Manusia
sebagai sebagai spesies makhluk biologis, asal-usulnya berasal dari tanah.
Dalam kaitannya dengan jender tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan karena keduanya dinyatakan dalam sumber yang sama dan dalam mekanisme
yang sama. Tidak terdapat perbedaan secara substansial dan secara struktural
antara keduanya.[19]
c)
Asal-usul reproduksi manusia, proses
kelanjutan dan perkembangan manusia yang biasa disebut reproduksi, dalam proses
reproduksi juga tidak ditemukan perbedaan secara khusus antara laki-laki dan
perempuan, dalam proses mekanisme biologis pun juga tidak ditemukan perbedaan
antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian proses dan mekanisme biologis tidak
bisa dijadikan alasan untuk menonjolkan atau mengistimewakan salah satu jenis
kelamin.[20]
d)
Substansi manusia, terdapat
beberapa istilah yang dapat dianggap sebagai substansi kejadian manusia, yaitu
air, cairan, dan berbagai jenis tanah. Menurut Al-Razi jenis-jenis tanah
sebagai substansi kejadian manusia tidak bertentangan antara satu dengan
lainnya, tetapi jenis-jenis tanah itu disebutkan sesuai dengan proses
penciptaan manusia. Adapun penyebutan jenis air seperti mani yang ditumpahkan atau
cairan mani yang bercampur, merupakan asal-usul reproduksi manusia sebagai anak
cucu Adam.[21]
2)
Prinsip-Prinsip
Kesetaraan Jender
Terdapat beberapa standar yang
digunakan oleh Nasaruddin Umar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan
jender diantaranya adalah:
a)
Laki-laki dan perempuan sama-sama
sebagai hamba Allah
Dalam kapasitas manusia sebagai
hamba Allah, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya
mempunyai potensi dan peluang ang sama untuk menjadi hamba yang ideal.[22]
b)
Laki-laki dan perempuan sebagai
khalifah dimuka bumi
Kata khalifah disini tidak menunjuk
pada slah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu, laki-laki dan
perempuan mempunyai tugas yang sama sebagai khalifah yang akan mempertanggung
jawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.[23]
c)
Laki-laki dan perempuan menerima
perjanjian primordial
Laki-laki dan perempuan sama-sama
mengemban amanah dan memerima perjanjian primordial dengan tuhan. Sejak awal
sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin,
laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[24]
d)
Laki-laki dan perempuan terlibat
secara aktif dalam drama kosmis
Laki-laki dan perempuan sama-sama
terlibat dalam drama kosmis, dan sebagai pelaku bagaimana keduanya mampu
bertanggung jawab terhadap drama kosmis tersebut. Sebagaimana Al-Qur’an
menceritakan kisah Adam dan Hawa.[25]
e)
Laki-laki dan perempuan berpotensi
meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi
maksimum tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan baik dalam bidang
spiritual maupun karir profesional.[26]
3)
Bias Jender
Dalam Pemahaman Teks
Dalam menganalisa sebuah teks, baik
teks al-Qur’an ataupun teks naskah-naskah lainnya ada beberapa pertanyaan yang
perlu diperhatikan antara lain, dari mana teks itu diperoleh, bagaimana
autentitas dan orisinilitas teks itu, teks aslinya dari bahasa apa, dan
seterusnya. Karena dalam memahami sebuah teks seseorang pengkaji dituntut untuk
memiliki wawawsan semantis dan hermeneutis yang memadai karena jika tidak maka
kekeliruan ganda bisa membayangi sang pengkaji dan akan menghasilkan pemahaman
yang tidak jelas. Bias jender dalam penafsiran teks dapat ditelusuri didalam
beberapa faktor, sebagai berikut:[27]
a)
Melakukan penelususran terhadap
pembakuan tanda huruf, tanda baca, dan qiraat
b)
Melakukan penelususran terhadap
pengertian kosa kata (mufradat)
c)
Melakukan penelususran terhadap
penetapan rujukan kata ganti (dhamir)
d)
Melakukan penelususran terhadap
penetapan batas pengecualian (istisna’)
e)
Melakukan penelususran terhadap
penetapan arti huruf ‘atf
f)
Melakukan penelususran terhadap
struktur bahasa arab
g)
Melakukan penelususran terhadap
kamus bahasa arab
h)
Melakukan penelususran terhadap
metode tafsir
i)
Melakukan penelususran terhadap
pengaruh riwayat israiliyyat (cerita-cerita yang bersumber dari agama samawi
sebelum islam seperti agama Yahudi dan Nasrani )
j)
Melakukan penelususran terhadap pembukuan
dan pembakuan kitab-kitab fikih.
C.
ANALISIS DAN
DISKUSI
1.
Analisis
Pembahasan yang
komprehensif mengenai jender memang sangat perlu untuk dijadikan sebagai sebuah
wacana dan pelengkap wawasan pengetahuan kita tentang hal itu. Mengingat banyak
sekali paradigma yang salah terkait dengan pemaknaan kata “jender”.
Karya
Nasaruddin Umar ini merupakan salah satu inovasi baru dalam dunia penelitian
jender, dimana penulis telah mengkaji jender dari aspek-aspek yang belum pernah
dikaji oleh peneliti sebelumnya. Dalam penelitiannya Nasaruddin Umar menjadikan
ayat-ayat al-Qur’an sebagai objek utama penelitiannya dengan menggunakan
pendekatan ilmu tafsir melalui metode tahlili dan maudu’i dengan mengangkat
judul “Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an”.
Kelebihan dari
karya ini adalah mampu memberikan wawasan dan pemahaman baru tentang perspektif
jender dalam Al-Qur’an. Sehingga baik laki-laki maupun perempuan mampu
menempatkan diri sebagaimana mestinya tanpa menganggap salah satu diantaranya
yang paling unggul.
Dalam hal
penulisan memang dinilai sangat komprehensif, namun penulis tidak memberikan
penjelasan dalam setiap kutipan yang ditulisnya terutama pada bab IV dan V,
karena pada bab-bab ini sangat penting sekali sehingga sangat diperlukan adanya
penjelasan yang lebih detail, agar nantinya tidak rentan menimbulkan suatu
pemahaman yang berbeda antara penulis dan pembaca.
2.
Diskusi
a.
Bagaimana Nasaruddin Umar memaknai
jender?
Nasaruddin
Umar melihat bahwa setiap kata dalam al-Qur'an tidak hanya mempunyai makna
literal. Dalam disertasinya Nasaruddin Umar
mendapati ketika pengungkapan laki-laki dan perempuan dari segi biologis
maka al-Qur'an menggunakan al-zakr dan al-unsa. Sementara dari segi beban
sosial seringkali menggunakan istilah al-rajul/al-rijal dan al-mar'ah alnisa'. Dari
sini cukup jelas sekali bahwa perbedaan-perbedaan laki-laki dan perempuan
tidaklah menjadi justification dan menolak jika perempuan lebih unggul dari
laki-laki. Maka bisa saja seseorang yang secara biologis dikategorikan sebagai
perempuan, tetapi dari sudut gender dapat berperan sebagai laki-laki atau
sebagai perempuan. Dengan kapasitas intelektual yang dimiliki, suatu
keniscayaan bagi perempuan menjadi yang lebih unggul dari laki-laki (menjadi pemimpin).
Dengan demikian konsep dan manifestasi dari relasi gender lebih dinamis. Jadi
pada intinya antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi,
sama-sama memiliki tanggung jawab sebagai hamba allah, dan sama-sama memiliki
peluang untuk berprestasi dalam bidang apapun sehingga tidak ada diskriminasi
antara keduanya.
b.
Bagaimana paradigma berfikir
gagasan jender yang cenderung menomerduakan perempuan sedangkan laki-laki
selalu berada pada posisi yang lebih tinggi dari perempuan?
Satu hal yang perlu diingat bahwa
paradigma yang ada ditengah masyarakat tidak selamanya benar, apa yang
difikirkan oleh sebagian masyarakat tentang suatu hal belum tentu ada nilai
kebenarannya bahkan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Menanggapi paradigma
yang ada dimasyarakat jawaban yang paling tepat kita kembalikan kepada
al-Qur’an sebagai sumber yang paling pokok. Pada dasarnya al-Qur’an telah
menjelaskan bahwa tidak ada yang membedakan antara laki-laki dan perempuan,
Allah menciptakan semua manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan porsi
yang tidak berbeda (sama). Mereka sama-sama diberi potensi yang dengan
potensinya itu mereka dapat berprestasi dalam bidang apapun sehingga dalam hal
ini adakalanya perempuan lebih unggul daripada laki-laki begitupun sebaliknya.
Disamping itu laki-laki dan perempuan juga memiliki tanggung jawab yang sama
yaitu selaku khalifah fil ard sekaligus sebagai hamba Allah. Hanya saja jika
dilihat dari aspek sosial memang antara laki-laki dan perempuan memiliki
taggung jawab kemanusiaan yang berbeda dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehingga tidak benar jika kita memaknaihal tersebut dengan mengartikan bahwa
perempuan selalu dibawah dan laki-laki selalu diatas (menjadi pemimpin).
c.
Bagaimana mengubah paradigma yang
ada?
Banyak hal yang bisa dilakukan
untuk mengubah paradigma yang telah meradang di masyarakat kita saat ini.
Diantaranya adalah bisa dolakukan dengan cara: Pertama, melakukan
sosialisasi yang intens terkait dengan wawasan jender, karena memang kita lebih
senang menerima berita-berita yang kurang jelas kebenarannya sedangkan kita
miskin akan pengetahuan tentang hal itu, sehingga kegiatan sosilisasi seperti
ini sangat perlu untuk dilakukan guna mengubah paradigma yang ada dimasyarakat.
Kedua, memberikan pengetahuan yang cukup tentang jender sejak dini, baik
dalam lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat ataupun yang lainnya. Sehingga
pada saatnya nanti tidak ada lagi pemahaman-pemahaman yang keliru atau yang
salah dalam memaknai jender, dan tidak akan ada diskriminasi lagi antara
laki-laki dan perempuan hanya karena salah memaknai kata.
D.
KESIMPULAN
Melalui penelitiannya Nasaruddin
umar mencoba mengungkap fenomena jender yang selama ini terkesan simpang siur
dan hanya memihak pada salah satu diantara laki-laki dan perempuan, yaitu dengan
cara melakukan penelitian jender melalui ayat-ayat Al-qur’an. Tujuan penelitian
yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar adalah sebagai upaya untuk memberikan
gambaran umum tentang jender dalam perspekti Al-Qur’an.
Adapun hasil penelitian dari
Nasaruddin Umar, khususnya pada bab IV dan bab V yaitu:
1.
Membahas secara khusus identitas
jender dalam Al-Qur’an, yang meliputi simbol-simbol jender, analisa penggunaan
kata ganti (dhamir) dan penggunaan kata sifat yang disandarkan pada mudzakkar
dan mu’annas.
2.
Tinjauan kritis terhadap relasi jender dalam
Al-Qur’an, dengan menganalisis asal-usul, fungsi dan tujuan penciptaan manusia.
Orientasi relasi jender juga dibahas dalam bab ini dengan melakukan tinjauan
kritis terhadap peranlaki-laki dan perempuan.
LAMPIRAN
1.
Biografi Penulis
Nasaruddin Umar lahir di Ujung-Bone, pada 23
Juni 1959. Pengalaman pendidikannya dimulai dari SDN Ujung-Bone pada 1970,
madrasah Ibtidaiyyah 6 tahun di pesantren As’adiyah sengkang pada 1971,
dilanjutkan dengan PGA 4 tahun pada 1974 dan PGA 6 tahun pada 1976 dipesantren
yang sama, selanjutnya menempuh pendidikan sarjana muda di fakultas Syari’ah
IAIN Alauddin Ujung Paandang pada 1980, dan sarjana lengkap diuniversitas yang
sama pada 1984, tidak cukup selesai disitu Nasaruddin Umar juga mengambil
pendidikan analisis dampak lingkungan (AMDAL) masih diuniversitas yang sama.
Dilanjutkan dengan progran S2 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1990,
dan S3 pada Universitas yang sama pula pada tahun 1993. Visiting student di
Mc.Gill University dan Di Leiden University pada 1993 dan 1994 serta mengikuti
sandwich program di Paris University pada 1995.
2.
Karya-karya ilmiah yang pernah
ditulis
Beberapa karya ilmiah yang pernah ditulis oleh
Nasaruddin Umar adalah terkait dengan risalah, skripsi, diktat dan buku yang
semuanya berjumlah 17 karya ilmiah. Sedangkan karya publikasi dalam jurnal,
majalah, surat kabar, dan tabloid sebanyak 18 buah karya tulis. Selain itu juga
ada beberapa makalah yang ditulis oleh Nasaruddin Umar dengan berbagai tema
sejumlah 32 makalah.
[1] Nasaruddin Umar, Perspektif Jender Dalam
Al-Qur’an, Disertasi, Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1999, 1
[2] Ibid., 2
[3] Ibid., 8
[4] Ibid., 18-19
[5] Ibid., 19
[6] Ibid., 20
[7] Ibid., 26
[8] Ibid.,
[9] Ibid., 27
[10] Ibid.,
[11] Ibid., 27-33
[12] Ibid., 32
[13] Ibid., 35
[14] Ibid., 151-175
[15] Ibid., 177-192
[16] Ibid., 195-199
[17] Ibid., 200-201
[18] Ibid., 207-210
[19] Ibid., 210-213
[20] Ibid., 213-215
[21] Ibid., 215-218
[22] Ibid., 240
[23] Ibid., 244
[24] Ibid., 244-245
[25] Ibid., 250-251
[27] Ibid., 257-227
salam... izin mengopy.
BalasHapus